Temukan Hukumnya, Bolehkah Panitia Kurban Mendapatkan Jatah Daging? Ini Penjelasannya agar ibadah lebih berkah

Jumat, 23 Mei 2025 oleh paiman

Temukan Hukumnya, Bolehkah Panitia Kurban Mendapatkan Jatah Daging? Ini Penjelasannya agar ibadah lebih berkah

Bolehkah Panitia Kurban Mendapatkan Jatah Daging? Ini Penjelasannya!

Setiap Idul Adha, umat Muslim di seluruh dunia merayakan ibadah kurban. Momen ini bukan hanya tentang menyembelih hewan, tapi juga tentang berbagi kebahagiaan dengan sesama. Nah, dalam proses penyembelihan dan pembagian daging kurban, seringkali ada panitia yang bertugas. Pertanyaan yang sering muncul adalah, bolehkah panitia kurban mendapatkan jatah daging?

Yuk, kita bahas tuntas berdasarkan pandangan syariat Islam dan pendapat para ulama agar tidak ada keraguan lagi!

Peran Panitia Kurban: Wakil atau Amil?

Meskipun Al-Qur'an dan Hadis tidak secara eksplisit menyebutkan adanya panitia kurban, keberadaan mereka sangat membantu kelancaran prosesi ini. Bayangkan saja jika semua urusan harus dilakukan sendiri oleh shohibul qurban (orang yang berkurban). Tentu akan sangat merepotkan, bukan?

Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah menjelaskan bahwa panitia kurban berstatus sebagai wakil dari shohibul qurban, bukan sebagai amil (pengelola zakat). Karena berstatus sebagai wakil, panitia tidak diperkenankan mengambil bagian dari hewan kurban sebagai upah atas jasa mereka.

Hal ini diperkuat dengan riwayat dari Ali bin Abi Thalib RA, yang diperintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mengurusi penyembelihan unta kurban. Beliau diperintahkan untuk membagikan seluruh bagian unta, termasuk daging, kulit, dan pelana, dan tidak boleh memberikan sedikit pun kepada jagal sebagai upah. Jika ingin memberi upah, harus diambil dari uang pribadi.

Syaikh Abdullah Al-Bassam juga menegaskan bahwa jagal tidak boleh diberi daging atau kulit hewan kurban sebagai upah. Pemberian diperbolehkan jika sebagai hadiah (jika jagal kaya) atau sedekah (jika jagal miskin).

Hukum Memberikan Daging Kurban Sebagai Upah

Menurut NU Online, memberikan daging kurban sebagai upah kepada penyembelih atau panitia tidak diperbolehkan jika disepakati sebagai bentuk pembayaran jasa (ujrah) sejak awal. Jadi, jika ada perjanjian bahwa pekerjaan dilakukan dengan imbalan daging kurban, maka ini melanggar ketentuan syariat.

Namun, jika tidak ada kesepakatan imbalan di awal, pemberian daging kurban kepada penyembelih atau panitia tidak dianggap sebagai upah, melainkan bisa dikategorikan sebagai sedekah atau pemberian biasa.

Lalu, Bagaimana Jika Panitia Ingin Menerima Daging Kurban?

Panitia kurban tetap boleh menerima daging kurban, asalkan bukan sebagai upah. Status penerimaannya tergantung pada kondisi masing-masing:

  • Jika miskin atau membutuhkan: Boleh menerima daging kurban atas nama sedekah.
  • Jika mampu atau kaya: Boleh menerima atas nama ith'am (pemberian makanan dalam rangka syiar ibadah kurban).

Agar ibadah kurban kita semakin berkah dan bermanfaat, yuk simak beberapa tips penting dalam mengelola daging kurban:

1. Pastikan Hewan Kurban Sehat dan Memenuhi Syarat - Sebelum disembelih, periksa kesehatan hewan kurban. Pastikan tidak cacat dan memenuhi syarat sesuai syariat Islam. Contohnya, pastikan hewan sudah cukup umur dan tidak sakit.

Hal ini penting agar daging yang dihasilkan berkualitas dan layak dikonsumsi.

2. Sembelih Hewan dengan Cara yang Benar - Gunakan pisau yang tajam dan sembelih dengan cepat. Pastikan semua saluran (pernapasan, makanan, dan pembuluh darah) terputus sempurna.

Penyembelihan yang benar akan mengurangi rasa sakit pada hewan dan menghasilkan daging yang halal.

3. Segera Dinginkan Daging Kurban - Setelah disembelih, segera cuci bersih daging dan dinginkan. Jika tidak langsung dibagikan, simpan di lemari pendingin atau freezer agar tidak cepat busuk.

Proses pendinginan yang cepat akan menghambat pertumbuhan bakteri dan menjaga kualitas daging.

4. Bagikan Daging Kurban dengan Adil dan Merata - Prioritaskan pembagian kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Pastikan semua orang mendapatkan bagian yang layak.

Pembagian yang adil akan menciptakan kebahagiaan dan mempererat tali persaudaraan.

5. Masak Daging Kurban dengan Bumbu yang Tepat - Olah daging kurban menjadi berbagai masakan yang lezat dan bergizi. Gunakan bumbu yang tepat untuk menghilangkan bau amis dan meningkatkan cita rasa.

Dengan memasak yang benar, daging kurban akan menjadi hidangan yang nikmat dan disukai semua orang.

6. Manfaatkan Semua Bagian Hewan Kurban - Jangan hanya fokus pada dagingnya saja. Bagian lain seperti tulang, kulit, dan jeroan juga bisa dimanfaatkan. Tulang bisa dibuat kaldu, kulit bisa diolah menjadi kerupuk, dan jeroan bisa dimasak menjadi berbagai hidangan.

Dengan memanfaatkan semua bagian hewan kurban, kita bisa mengurangi limbah dan memaksimalkan manfaat dari ibadah ini.

Apakah Bu Tuti, sebagai panitia kurban, boleh menerima daging kurban jika dia seorang yang mampu?

Menurut Ustadz Abdul Somad, Lc., MA, Bu Tuti boleh menerima daging kurban, asalkan bukan sebagai upah. Penerimaannya bisa dianggap sebagai ith'am, yaitu pemberian makanan dalam rangka syiar ibadah kurban. Ini diperbolehkan dalam Islam.

Bagaimana hukumnya jika Pak Budi, seorang jagal, menerima kulit hewan kurban sebagai upah?

KH. Ma'ruf Amin menjelaskan bahwa memberikan kulit hewan kurban sebagai upah kepada jagal tidak diperbolehkan. Upah harus diberikan dari sumber lain, bukan dari bagian hewan kurban itu sendiri. Namun, jika Pak Budi miskin, kulit tersebut bisa diberikan sebagai sedekah.

Jika Ibu Sinta dan panitia lainnya sepakat di awal untuk menerima daging kurban sebagai upah, apakah ini sah menurut syariat?

Menurut Buya Yahya, kesepakatan di awal untuk menerima daging kurban sebagai upah tidak diperbolehkan. Ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap ketentuan syariat. Sebaiknya, panitia diberi upah dari sumber lain, dan daging kurban dibagikan sesuai ketentuan yang berlaku.

Apa yang harus dilakukan Mas Joko jika dia sudah terlanjur menerima daging kurban sebagai upah?

Ustadzah Halimah Alaydrus menyarankan agar Mas Joko mengembalikan nilai daging yang diterimanya kepada shohibul qurban atau lembaga yang mengelola kurban. Kemudian, Mas Joko bisa menerima daging tersebut kembali sebagai sedekah, jika memang dia berhak menerimanya.