Temukan Alasan di Balik Fenomena Aneh, Kenapa Sudah Musim Kemarau tapi Masih Sering Hujan? Penjelasan Lengkap BMKG biar tidak bingung lagi
Kamis, 22 Mei 2025 oleh paiman
Aneh Tapi Nyata: Kenapa Musim Kemarau Kok Malah Sering Hujan? Ini Kata BMKG
Banyak dari kita yang bertanya-tanya, "Kok sudah masuk musim kemarau, tapi hujan masih sering turun ya?" Fenomena ini memang membingungkan. Sebagian wilayah Indonesia seharusnya sudah memasuki musim kemarau, namun kenyataannya, hujan masih sering mengguyur. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) punya penjelasannya!
Menurut BMKG, memasuki minggu-minggu terakhir bulan Mei 2025, kondisi cuaca di Indonesia masih berada dalam masa transisi atau pancaroba. Ciri khasnya adalah perubahan cuaca yang sangat cepat. Pagi hari biasanya cerah, menjelang siang mulai panas, tapi sore atau malam hari tiba-tiba hujan deras.
"Meskipun sebagian besar wilayah sudah memasuki musim kemarau, curah hujan yang cukup tinggi masih sering terjadi, terutama pada sore hingga malam hari," jelas BMKG dalam laporan Prospek Cuaca Mingguan tanggal 20-26 Mei 2025.
Selain itu, suhu udara yang panas terik di siang hari terasa semakin menyengat karena kelembapan udara yang tinggi. Kombinasi ini menciptakan kondisi atmosfer yang sangat labil.
Apa yang Menyebabkan Kondisi Ini?
BMKG menjelaskan bahwa interaksi antara suhu permukaan laut yang hangat, tekanan udara yang rendah, dan kelembapan yang tinggi membuat atmosfer menjadi tidak stabil. Kondisi ini memicu pembentukan awan konvektif, terutama awan Cumulonimbus. Awan jenis ini sangat berpotensi menyebabkan cuaca ekstrem, seperti hujan lebat, petir, angin kencang, bahkan hujan es.
Dalam sepekan terakhir, BMKG mencatat bahwa hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat telah memicu bencana hidrometeorologi di berbagai daerah, termasuk Aceh, Sumatra Barat, Jambi, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan wilayah lainnya.
Kejadian ini tidak hanya disebabkan oleh mekanisme konvektivitas lokal yang umum terjadi pada masa pancaroba. Dinamika atmosfer berskala lebih luas juga berperan penting. Aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan Rossby Ekuatorial turut memicu pertumbuhan awan hujan, terutama di wilayah barat dan tengah Indonesia.
"Meskipun sebagian besar wilayah diprediksi memasuki awal musim kemarau pada akhir bulan Mei karena Monsun Australia yang diperkirakan menguat, potensi hujan lebat hingga sangat lebat masih ada akibat aktivitas MJO dan gelombang atmosfer tersebut," imbuh BMKG.
Kemarau Basah: Apa Artinya?
BMKG juga memprediksi bahwa sebagian wilayah Indonesia akan mengalami "kemarau basah" tahun ini. Apa itu kemarau basah? Ini adalah kondisi ketika curah hujan tetap tinggi meskipun sedang musim kemarau. Secara umum, musim kemarau ditandai dengan curah hujan kurang dari 50 milimeter per bulan. Namun, saat kemarau basah, curah hujan bisa mencapai lebih dari 100 milimeter per bulan.
Berdasarkan prediksi sifat musim kemarau 2025, sekitar 26% wilayah Indonesia (185 Zona Musim/ZOM) akan mengalami musim kemarau dengan curah hujan di atas normal. Artinya, wilayah-wilayah ini akan menerima curah hujan yang lebih tinggi dari biasanya selama musim kemarau.
Wilayah-wilayah yang berpotensi mengalami kemarau basah meliputi sebagian kecil Aceh, sebagian besar Lampung, Jawa bagian barat hingga tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian kecil Sulawesi, dan sebagian Papua bagian tengah.
Pancaroba: Masa Peralihan yang Penuh Kejutan
Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menjelaskan bahwa wilayah Jabodetabek saat ini sedang berada dalam masa pancaroba, yaitu peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.
"Selama periode ini, hujan umumnya terjadi pada siang hingga menjelang malam hari, diawali dengan udara hangat/terik pada pagi hingga siang yang menyebabkan kondisi atmosfer menjadi labil," kata Andri.
Pemanasan permukaan yang kuat ini memicu pembentukan awan-awan konvektif, terutama awan Cumulonimbus, yang berpotensi menimbulkan hujan lebat disertai kilat/petir dan angin kencang. Pada masa pancaroba, karakteristik hujan cenderung tidak merata atau bersifat lokal dengan intensitas sedang hingga lebat, disertai kilat/petir dan angin kencang dalam durasi singkat.
Andri menambahkan bahwa awal musim kemarau di wilayah Jabodetabek bervariasi, mulai dari akhir April hingga Juni 2025.
Musim pancaroba memang seringkali bikin kita was-was karena cuaca yang sulit ditebak. Tapi jangan khawatir! Ada beberapa langkah sederhana yang bisa kita lakukan untuk melindungi diri dan keluarga dari dampak cuaca ekstrem. Yuk, simak tips berikut ini:
1. Pantau Terus Informasi Cuaca dari Sumber Terpercaya - Jangan malas untuk mengecek ramalan cuaca dari BMKG atau sumber informasi resmi lainnya. Dengan begitu, kita bisa lebih siap menghadapi kemungkinan cuaca buruk.
Misalnya, jika BMKG memberikan peringatan dini tentang potensi hujan lebat, kita bisa menunda kegiatan di luar rumah atau mempersiapkan perlengkapan yang diperlukan.
2. Sedia Payung atau Jas Hujan Setiap Saat - Karena cuaca bisa berubah sewaktu-waktu, selalu bawa payung atau jas hujan kemanapun kita pergi. Ini akan sangat membantu jika tiba-tiba hujan deras.
Bayangkan lagi asik jalan-jalan, tiba-tiba hujan deras. Untung ada payung di tas, jadi gak perlu basah kuyup deh!
3. Pastikan Saluran Air di Sekitar Rumah Lancar - Saluran air yang tersumbat bisa menyebabkan banjir saat hujan deras. Bersihkan secara rutin agar air bisa mengalir dengan lancar.
Coba deh cek selokan di depan rumah. Kalau banyak sampah, segera bersihkan ya!
4. Hindari Berteduh di Bawah Pohon atau Tiang Listrik Saat Hujan Petir - Pohon dan tiang listrik bisa menjadi sasaran petir. Cari tempat yang lebih aman untuk berteduh saat hujan disertai petir.
Sebaiknya masuk ke dalam bangunan yang kokoh atau mobil jika sedang berkendara.
5. Siapkan Kotak P3K dan Perlengkapan Darurat Lainnya - Kotak P3K berisi obat-obatan dan perlengkapan pertolongan pertama sangat penting untuk menghadapi kondisi darurat. Selain itu, siapkan juga senter, makanan ringan, dan air minum.
Dengan persiapan yang matang, kita bisa lebih tenang menghadapi segala kemungkinan.
Kenapa ya, kata BMKG sudah musim kemarau, tapi kok Dinda di Bandung masih sering kehujanan?
Menurut Dr. Ir. Erma Yulihastin, M.Si., Peneliti Klimatologi di BRIN, "Kondisi ini disebabkan oleh adanya fenomena pancaroba atau masa peralihan musim. Selain itu, aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO) dan gelombang atmosfer juga bisa memicu peningkatan curah hujan di beberapa wilayah, meskipun secara umum sudah memasuki musim kemarau."
Kemarau basah itu bahaya gak sih, kata temenku si Budi dari Surabaya?
Kata Prof. Dr. Rina Marlina, Guru Besar Ilmu Lingkungan dari Universitas Airlangga, "Kemarau basah bisa berdampak positif dan negatif. Positifnya, ketersediaan air meningkat. Negatifnya, potensi banjir dan longsor juga meningkat, terutama di daerah dengan kondisi lingkungan yang kurang baik. Penting untuk tetap waspada dan menjaga lingkungan sekitar."
Kalau lagi pancaroba gini, sebaiknya Rina dari Jakarta gimana ya biar gak gampang sakit?
Menurut dr. Santi Rahayu, Sp.PD, Dokter Spesialis Penyakit Dalam, "Penting untuk menjaga daya tahan tubuh. Konsumsi makanan bergizi, istirahat yang cukup, dan olahraga teratur. Hindari begadang dan stres. Jika merasa tidak enak badan, segera periksakan diri ke dokter."
Apakah kemarau basah ini akan terus terjadi setiap tahun, kata Pak Joko dari Medan?
Menurut Kepala BMKG, Prof. Dwikorita Karnawati, "Perubahan iklim global memang memengaruhi pola cuaca di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Fenomena seperti kemarau basah mungkin akan lebih sering terjadi di masa depan. Penting bagi kita untuk beradaptasi dan mengambil langkah-langkah mitigasi untuk mengurangi dampak perubahan iklim."