Ramai Spanduk Penolakan Kremasi Murdaya Poo di Ngaran Borobudur Memicu Kontroversi Publik

Sabtu, 19 April 2025 oleh paiman

Ramai Spanduk Penolakan Kremasi Murdaya Poo di Ngaran Borobudur Memicu Kontroversi Publik

Penolakan Kremasi Murdaya Poo di Borobudur Menguat, Warga Bentangkan Spanduk

Suasana di Dusun Ngaran, Desa Borobudur, Kabupaten Magelang, memanas. Rencana kremasi mendiang Murdaya Widyawimarta Poo, pemilik Pondok Indah Mall, di area persawahan dusun tersebut mendapat penolakan keras dari warga. Sejumlah spanduk penolakan bermunculan di beberapa titik strategis, termasuk di perempatan Ngaran dan jalan menuju lokasi yang direncanakan.

Spanduk-spanduk tersebut menyampaikan pesan penolakan yang tegas. Salah satu spanduk bertuliskan, "Tenggang Toleransi Kami Tinggi, Menolak !!! Pembangunan Krematorium Yang Tidak Punya Toleransi Sosial, Kami Masyarakat Borobudur Sepakat Menolak Proses Kremasi dan Pembangunan Krematorium Yang Akan Dilaksanakan di Dusun Ngaran II". Spanduk lainnya lebih singkat, seperti "Kami Masyarakat Borobudur Sepakat Menolak Proses Kremasi" dan "Kami Warga Yang Ramah Menolak Pembangunan Krematorium yang Tidak Ramah Lingkungan".

Sebelumnya, di lokasi persawahan yang direncanakan untuk kremasi, telah terpasang besi untuk papan dan paving. Namun, kini besi dan paving tersebut terlihat sedang dibongkar dan diangkut kembali.

Utoyo, salah satu tokoh warga Ngaran II, mengaku tidak tahu menahu soal pemasangan spanduk tersebut. Ia menyatakan kesediaan untuk melepas spanduk jika diminta. "Kalau ada yang minta itu (spanduk) dilepas, ya dilepas saja. Kami juga mohon yang pihak sana (persiapan kremasi) yang sudah dipasang dibongkar. Jadi, sama-sama," ujarnya.

Utoyo menambahkan bahwa warga belum mengetahui rencana pertemuan selanjutnya dan meminta agar tidak ada pembangunan apa pun di persawahan sebelum tercapai kesepakatan. Ia juga menyinggung alternatif lokasi kremasi di Bukit Dagi, kompleks Candi Borobudur, yang menurutnya dilindungi undang-undang dan hanya diperuntukkan bagi kegiatan pariwisata dan keagamaan.

Camat Borobudur, Subiyanto, menyayangkan pemasangan spanduk tersebut dan telah meminta pihak dusun untuk menurunkannya. Ia menekankan pentingnya proses musyawarah dan pendekatan yang lebih berempati. "Dari awal kita sudah ada kesepakatan dengan Pak Bupati ngowo rasa (dengan membawa perasaan) dan karena sifat itu (spanduk) tidak nggowo rasa. Sudah kita sampaikan lewat Pak Kadus, nderek (minta tolong) jangan ada sikap-sikap yang berbuat semacam itu (memasang spanduk). Yang jelas, ana rembuk dirembuk," katanya.

Subiyanto juga menyebutkan Bukit Dagi sebagai salah satu alternatif lokasi kremasi. Ia berharap semua pihak bisa mencapai kesepakatan yang terbaik dan menunjukkan sikap yang baik sebagai tuan rumah bagi keluarga yang berduka.

Konflik sosial seperti penolakan kremasi ini bisa diselesaikan dengan musyawarah. Berikut tipsnya:

1. Jalin Komunikasi yang Baik - Buka jalur komunikasi yang jelas dan terbuka antara semua pihak yang terlibat. Misalnya, adakan pertemuan rutin untuk membahas masalah dan mencari solusi bersama.

2. Dengarkan Semua Pihak - Pastikan setiap pihak memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan keluhannya tanpa interupsi. Contohnya, fasilitasi forum diskusi di mana setiap perwakilan warga bisa berbicara.

3. Cari Solusi yang Menguntungkan Semua Pihak (Win-Win Solution) - Usahakan untuk menemukan solusi yang bisa diterima oleh semua pihak, meskipun harus ada kompromi. Misalnya, jika lokasi kremasi dipermasalahkan, cari alternatif lokasi yang tidak menimbulkan konflik.

4. Libatkan Mediator yang Netral - Jika diperlukan, libatkan pihak ketiga yang netral dan berpengalaman dalam mediasi konflik untuk membantu memfasilitasi diskusi dan mencapai kesepakatan. Misalnya, tokoh masyarakat atau lembaga independen.

5. Dokumentasikan Kesepakatan - Setelah tercapai kesepakatan, dokumentasikan secara tertulis dan pastikan semua pihak menandatanganinya agar memiliki kekuatan hukum dan menghindari kesalahpahaman di kemudian hari.

6. Evaluasi Berkala - Lakukan evaluasi berkala terhadap pelaksanaan kesepakatan untuk memastikan berjalan sesuai rencana dan tidak menimbulkan masalah baru. Jika ada kendala, segera komunikasikan dan cari solusi bersama.

Bagaimana seharusnya warga menyikapi rencana pembangunan yang berpotensi menimbulkan konflik, seperti kasus krematorium ini? (Pertanyaan dari Siti Nurhaliza)

Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono (Psikolog): "Warga sebaiknya menyampaikan aspirasinya dengan cara yang damai dan konstruktif, seperti dialog dan musyawarah. Hindari tindakan anarkis atau provokatif yang dapat memperkeruh suasana."

Apa peran pemerintah daerah dalam menyelesaikan konflik seperti ini? (Pertanyaan dari Budi Santoso)

Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah): "Pemerintah daerah berperan sebagai fasilitator dan mediator yang netral. Kami harus mendengarkan aspirasi semua pihak dan membantu mencari solusi yang adil dan bermanfaat bagi semua."

Bagaimana pentingnya menghormati kearifan lokal dalam pembangunan? (Pertanyaan dari Ani Yudhoyono)

Prof. Dr. Emha Ainun Nadjib (Budayawan): "Kearifan lokal merupakan nilai-nilai luhur yang hidup di masyarakat dan harus dihormati dalam setiap pembangunan. Mengabaikan kearifan lokal dapat menimbulkan resistensi dan konflik sosial."

Apa solusi terbaik jika lokasi pembangunan memang tidak sesuai dengan harapan warga? (Pertanyaan dari Joko Widodo)

Basuki Tjahaja Purnama (Mantan Gubernur DKI Jakarta): "Solusi terbaik adalah mencari alternatif lokasi lain yang bisa diterima oleh semua pihak melalui musyawarah mufakat. Komunikasi dan transparansi sangat penting dalam hal ini."

Bagaimana cara menjaga agar konflik sosial tidak berkepanjangan? (Pertanyaan dari Megawati Soekarnoputri)

Mahfud MD (Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan): "Penting untuk segera menyelesaikan konflik melalui dialog dan mediasi. Pemerintah harus hadir untuk memfasilitasi dan memastikan proses penyelesaian konflik berjalan dengan adil dan transparan."