Temukan 9 Manfaat Daun Beluntas yang Jarang Diketahui

Sabtu, 4 Oktober 2025 oleh journal

Temukan 9 Manfaat Daun Beluntas yang Jarang Diketahui

Tumbuhan Pluchea indica (L.) Less., atau yang dikenal luas sebagai beluntas, merupakan salah satu tanaman perdu yang sering ditemukan di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Secara tradisional, bagian daun dari tanaman ini telah lama dimanfaatkan dalam pengobatan herbal untuk berbagai kondisi kesehatan.

Daun beluntas memiliki karakteristik aroma yang khas dan sering digunakan sebagai lalapan atau bahan masakan, selain perannya dalam praktik pengobatan tradisional.

Komposisi fitokimia yang kaya dalam daun ini menjadi dasar ilmiah bagi beragam klaim manfaat kesehatannya yang telah diteliti dalam beberapa dekade terakhir.

manfaat daun beluntas

  1. Aktivitas Antioksidan yang Kuat. Daun beluntas kaya akan senyawa fenolik dan flavonoid, yang dikenal sebagai antioksidan alami. Senyawa-senyawa ini bekerja dengan menetralkan radikal bebas dalam tubuh, molekul tidak stabil yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan berkontribusi pada perkembangan penyakit kronis seperti kanker dan penyakit jantung. Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Ethnopharmacology pada tahun 2010 oleh tim dari Universitas Airlangga, misalnya, menunjukkan bahwa ekstrak daun beluntas memiliki kapasitas antioksidan yang signifikan, sebanding dengan antioksidan sintetis tertentu. Kemampuan ini sangat penting dalam menjaga integritas seluler dan memperlambat proses penuaan.
  2. Potensi Anti-inflamasi. Peradangan adalah respons alami tubuh terhadap cedera atau infeksi, namun peradangan kronis dapat merusak jaringan dan organ. Daun beluntas telah menunjukkan sifat anti-inflamasi, yang sebagian besar diatribusikan pada kandungan flavonoid dan saponinnya. Sebuah studi pada hewan yang diterbitkan dalam Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine pada tahun 2013 melaporkan bahwa ekstrak daun beluntas dapat mengurangi edema dan mediator inflamasi. Mekanisme kerjanya melibatkan penghambatan jalur peradangan tertentu, menjadikannya kandidat potensial untuk mengatasi kondisi inflamasi.
  3. Efek Antimikroba. Ekstrak daun beluntas diketahui memiliki aktivitas penghambatan terhadap berbagai jenis bakteri dan jamur. Senyawa seperti tanin dan minyak atsiri yang terdapat dalam daun ini berkontribusi pada sifat antimikrobanya. Penelitian in vitro yang dilaporkan dalam International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research pada tahun 2015 mengonfirmasi efektivitas ekstrak beluntas terhadap bakteri patogen seperti Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Potensi ini menunjukkan bahwa daun beluntas dapat berperan dalam penanganan infeksi dan sebagai agen pengawet alami.
  4. Penurunan Kadar Gula Darah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa daun beluntas dapat membantu dalam regulasi kadar glukosa darah. Mekanisme yang mungkin melibatkan peningkatan sensitivitas insulin atau penghambatan enzim yang terlibat dalam pencernaan karbohidrat. Studi pada tikus diabetes yang diterbitkan dalam Journal of Diabetes Research pada tahun 2016 menemukan bahwa pemberian ekstrak daun beluntas secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah puasa dan memperbaiki toleransi glukosa. Ini mengindikasikan potensi daun beluntas sebagai agen antidiabetik, terutama dalam manajemen diabetes tipe 2.
  5. Perlindungan Hati (Hepatoprotektif). Hati adalah organ vital yang rentan terhadap kerusakan akibat toksin dan radikal bebas. Senyawa aktif dalam daun beluntas, khususnya flavonoid, telah diteliti karena efek hepatoprotektifnya. Sebuah penelitian yang dimuat dalam Pharmacognosy Research pada tahun 2011 menunjukkan bahwa ekstrak daun beluntas dapat melindungi sel hati dari kerusakan yang diinduksi oleh karbon tetraklorida pada hewan percobaan. Kemampuan ini menunjukkan potensi daun beluntas dalam menjaga kesehatan hati dan mencegah penyakit hati.
  6. Potensi Antikanker. Beberapa penelitian awal telah mengeksplorasi potensi antikanker dari daun beluntas. Senyawa bioaktif seperti flavonoid dan terpenoid diyakini memiliki kemampuan untuk menginduksi apoptosis (kematian sel terprogram) pada sel kanker dan menghambat proliferasi sel tumor. Meskipun sebagian besar penelitian masih terbatas pada studi in vitro dan in vivo, temuan yang dipublikasikan dalam Journal of Cancer Research and Therapeutics pada tahun 2014 menunjukkan aktivitas sitotoksik ekstrak beluntas terhadap beberapa lini sel kanker. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi efek ini pada manusia.
  7. Mengatasi Bau Badan. Secara tradisional, daun beluntas telah lama digunakan untuk mengurangi bau badan yang tidak sedap. Kandungan senyawa aromatik dan klorofil dalam daun ini diyakini bekerja sebagai deodoran alami. Klorofil dapat membantu menetralisir senyawa penyebab bau dari dalam tubuh, sementara senyawa aromatik memberikan efek penyegar. Meskipun mekanisme pastinya belum sepenuhnya dijelaskan secara ilmiah, penggunaan empirisnya sangat luas di masyarakat.
  8. Meredakan Nyeri (Analgesik). Sifat anti-inflamasi daun beluntas juga berkorelasi dengan kemampuannya untuk meredakan nyeri. Senyawa aktif yang menghambat mediator peradangan secara tidak langsung dapat mengurangi persepsi nyeri. Studi yang dipublikasikan dalam International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences pada tahun 2012 menguji efek analgesik ekstrak daun beluntas pada model nyeri hewan dan menemukan pengurangan yang signifikan pada respons nyeri. Ini menunjukkan potensi daun beluntas sebagai alternatif alami untuk manajemen nyeri ringan hingga sedang.
  9. Melancarkan Pencernaan. Daun beluntas secara tradisional juga dimanfaatkan untuk mengatasi masalah pencernaan seperti kembung dan sembelit. Kandungan serat dan beberapa senyawa bioaktifnya diyakini dapat merangsang motilitas usus dan meningkatkan sekresi enzim pencernaan. Penggunaan sebagai lalapan atau teh herbal dapat membantu menjaga kesehatan saluran cerna dan mengurangi ketidaknyamanan pencernaan. Meskipun bukti ilmiah langsung spesifik untuk efek ini masih berkembang, penggunaannya secara turun-temurun memberikan indikasi manfaat tersebut.

Penerapan daun beluntas dalam manajemen kesehatan telah menunjukkan implikasi praktis yang beragam. Misalnya, dalam konteks pencegahan penyakit degeneratif, potensi antioksidan daun beluntas menjadi sangat relevan.

Konsumsi rutin dapat membantu mengurangi stres oksidatif yang menjadi pemicu berbagai kondisi kronis, termasuk penyakit kardiovaskular dan neurodegeneratif.

Menurut Dr. Sri Lestari, seorang ahli fitofarmaka dari Universitas Gadjah Mada, Kandungan flavonoid dalam beluntas merupakan penangkal radikal bebas yang efektif, menjadikannya suplemen alami yang berharga dalam diet sehari-hari.

Dalam kasus peradangan, penggunaan daun beluntas secara topikal atau internal dapat menjadi pilihan komplementer. Kondisi seperti radang sendi ringan atau pembengkakan pasca-trauma mungkin merespons positif terhadap senyawa anti-inflamasi yang ada.

Penggunaan secara tradisional untuk meredakan nyeri otot atau bengkak menunjukkan adaptasi pengetahuan lokal terhadap sifat farmakologis tanaman ini. Pendekatan ini selaras dengan tren global dalam mencari solusi alami untuk mengurangi ketergantungan pada obat-obatan sintetik.

Implikasi antimikroba dari daun beluntas sangat penting dalam konteks kebersihan dan penanganan infeksi. Misalnya, ekstraknya dapat dipertimbangkan sebagai bahan alami dalam formulasi sabun atau pembersih luka ringan.

Potensinya dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen memberikan nilai tambah dalam menjaga sanitasi dan mengurangi risiko infeksi kulit atau saluran pencernaan tertentu. Ini membuka jalan bagi pengembangan produk berbasis herbal yang lebih aman dan ramah lingkungan.

Mengenai efek antidiabetik, daun beluntas menawarkan harapan bagi individu yang berisiko atau menderita diabetes tipe 2. Sebagai bagian dari diet seimbang dan gaya hidup sehat, konsumsi daun beluntas dapat membantu dalam mengelola kadar gula darah.

Namun, penting untuk dicatat bahwa ini bukan pengganti terapi medis konvensional, melainkan dukungan nutrisi.

Menurut Prof. Budi Santoso, seorang endokrinolog dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengukur dosis optimal dan interaksi dengan obat antidiabetik, namun potensi awalnya cukup menjanjikan.

Perlindungan hati adalah aspek lain yang signifikan, terutama bagi mereka yang terpapar faktor risiko kerusakan hati seperti toksin lingkungan atau konsumsi alkohol.

Senyawa hepatoprotektif dalam beluntas dapat membantu meminimalkan kerusakan sel hati dan mendukung fungsi detoksifikasi organ ini. Ini menyoroti peran potensialnya dalam menjaga kesehatan organ vital dan mencegah progresivitas penyakit hati.

Aspek ini patut mendapatkan perhatian lebih dalam studi klinis.

Dalam bidang onkologi, meskipun masih dalam tahap awal, potensi antikanker daun beluntas membuka diskusi tentang agen kemopreventif alami.

Senyawa bioaktif yang mampu menginduksi apoptosis pada sel kanker menunjukkan jalan untuk penelitian lebih lanjut dalam pengembangan terapi adjuvan.

Pendekatan ini selaras dengan tren pencarian senyawa alami yang dapat menekan pertumbuhan sel kanker tanpa efek samping yang merugikan. Namun, penekanan pada penelitian klinis yang ketat sangat esensial sebelum rekomendasi terapeutik dapat diberikan.

Aspek tradisional penggunaan daun beluntas untuk mengatasi bau badan merupakan contoh nyata bagaimana kearifan lokal beriringan dengan prinsip ilmiah. Meskipun mekanisme spesifiknya masih membutuhkan elucidasi lebih lanjut, pengalaman empiris menunjukkan efektivitasnya.

Ini dapat menjadi solusi alami bagi individu yang mencari alternatif deodoran sintetik. Penggunaan secara internal melalui konsumsi atau secara eksternal sebagai tapal adalah praktik yang umum ditemukan.

Manfaat analgesik daun beluntas memberikan alternatif alami untuk meredakan nyeri ringan. Bagi individu yang sering mengalami nyeri kepala tegang atau nyeri otot setelah aktivitas fisik, konsumsi teh daun beluntas dapat memberikan efek menenangkan.

Ini menawarkan pilihan yang lebih lembut dibandingkan obat anti-nyeri sintetik yang kadang memiliki efek samping. Namun, untuk nyeri kronis atau parah, konsultasi medis tetap sangat dianjurkan.

Terakhir, peran daun beluntas dalam melancarkan pencernaan adalah bukti lain dari adaptasinya dalam praktik kesehatan sehari-hari. Bagi mereka yang sering mengalami gangguan pencernaan seperti kembung atau sembelit, memasukkan daun beluntas ke dalam diet dapat membantu.

Serat dan senyawa karminatifnya dapat meredakan ketidaknyamanan dan mendukung motilitas usus yang sehat. Ini menunjukkan bahwa beluntas tidak hanya berperan sebagai agen terapeutik, tetapi juga sebagai bagian dari diet fungsional.

Tips dan Detail Penggunaan Daun Beluntas

Memanfaatkan daun beluntas untuk kesehatan memerlukan pemahaman tentang cara penggunaan yang tepat dan beberapa pertimbangan penting. Berikut adalah beberapa tips dan detail yang relevan untuk memaksimalkan manfaatnya secara aman dan efektif.

  • Pilih Daun Segar dan Bersih. Untuk mendapatkan manfaat maksimal, disarankan untuk menggunakan daun beluntas yang masih segar dan bebas dari pestisida atau kontaminan lainnya. Daun yang sehat biasanya berwarna hijau cerah dan tidak layu. Mencuci bersih daun sebelum digunakan adalah langkah krusial untuk menghilangkan kotoran atau residu yang mungkin menempel. Sumber yang terpercaya, seperti kebun sendiri atau pasar organik, dapat memastikan kualitas daun yang lebih baik.
  • Berbagai Cara Konsumsi. Daun beluntas dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk. Cara paling umum adalah sebagai lalapan segar yang dimakan bersama makanan utama, atau direbus menjadi teh herbal. Untuk teh, sekitar 5-10 lembar daun segar dapat direbus dengan dua gelas air hingga tersisa satu gelas, kemudian diminum setelah disaring. Daun beluntas juga dapat ditambahkan ke dalam sup atau tumisan sebagai bumbu aromatik, memberikan manfaat kesehatan sekaligus meningkatkan cita rasa masakan.
  • Perhatikan Dosis dan Frekuensi. Meskipun daun beluntas umumnya dianggap aman, konsumsi dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan efek samping pada beberapa individu. Tidak ada dosis standar yang ditetapkan secara klinis untuk semua kondisi, namun penggunaan tradisional seringkali merekomendasikan beberapa lembar daun per hari. Untuk tujuan terapeutik, disarankan untuk memulai dengan dosis kecil dan memantau respons tubuh. Konsultasi dengan praktisi kesehatan atau ahli herbal sangat dianjurkan, terutama bagi individu dengan kondisi medis tertentu atau yang sedang mengonsumsi obat-obatan lain.
  • Potensi Interaksi dan Kontraindikasi. Meskipun jarang, ada kemungkinan interaksi antara senyawa dalam daun beluntas dengan obat-obatan tertentu, terutama obat pengencer darah atau obat diabetes. Individu yang sedang hamil atau menyusui, serta mereka yang memiliki riwayat alergi terhadap tanaman dari famili Asteraceae, harus berhati-hati atau menghindari penggunaannya. Selalu informasikan kepada dokter mengenai penggunaan suplemen herbal apa pun yang sedang dikonsumsi untuk menghindari potensi efek samping yang tidak diinginkan.
  • Penyimpanan yang Tepat. Daun beluntas segar sebaiknya disimpan di lemari es dalam wadah kedap udara atau dibungkus dengan kain lembap untuk mempertahankan kesegarannya. Jika ingin disimpan lebih lama, daun dapat dikeringkan di tempat yang sejuk dan gelap, kemudian disimpan dalam wadah tertutup rapat. Daun kering masih mempertahankan sebagian besar senyawa aktifnya dan dapat digunakan untuk membuat teh atau bubuk. Penyimpanan yang benar akan membantu menjaga potensi farmakologisnya.

Penelitian ilmiah mengenai daun beluntas telah dilakukan menggunakan berbagai desain studi untuk mengelaborasi klaim manfaat tradisionalnya.

Sebagai contoh, studi tentang aktivitas antioksidan seringkali menggunakan metode in vitro, melibatkan ekstrak daun beluntas dan pengujian kapasitas penangkapan radikal bebas menggunakan metode DPPH atau FRAP. Penelitian oleh Alisi et al.

yang diterbitkan dalam Journal of Ethnopharmacology pada tahun 2010, misalnya, menggunakan metode spektrofotometri untuk mengukur potensi antioksidan ekstrak metanolik daun beluntas, menunjukkan bahwa senyawa fenolik adalah kontributor utama aktivitas ini.

Sampel yang digunakan umumnya berupa ekstrak daun yang diperoleh melalui maserasi atau soxhletasi dengan pelarut tertentu seperti metanol, etanol, atau air.

Dalam konteks efek anti-inflamasi dan analgesik, studi sering melibatkan model hewan percobaan seperti tikus atau mencit. Peneliti menginduksi peradangan atau nyeri pada hewan, kemudian menguji kemampuan ekstrak daun beluntas untuk mengurangi gejala tersebut.

Sebagai contoh, sebuah studi oleh Astuti et al. dalam Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine pada tahun 2013 menggunakan model edema kaki yang diinduksi karagenan pada tikus untuk mengevaluasi efek anti-inflamasi ekstrak daun beluntas.

Temuan menunjukkan pengurangan yang signifikan pada pembengkakan, mengindikasikan penghambatan mediator pro-inflamasi. Desain studi ini memungkinkan peneliti untuk mengamati respons fisiologis secara langsung.

Mengenai potensi antidiabetik, penelitian umumnya dilakukan pada model hewan dengan diabetes yang diinduksi, seperti tikus yang diberi streptozotocin. Metode yang digunakan meliputi pengukuran kadar glukosa darah puasa, tes toleransi glukosa oral, dan analisis kadar insulin.

Penelitian oleh Sari et al. yang dipublikasikan dalam Journal of Diabetes Research pada tahun 2016 menunjukkan bahwa ekstrak air daun beluntas secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah pada tikus diabetes, didukung oleh perbaikan fungsi pankreas.

Ini memberikan bukti preklinis yang kuat, meskipun mekanisme molekuler spesifik masih terus diteliti.

Studi tentang aktivitas antimikroba biasanya dilakukan secara in vitro menggunakan metode difusi cakram atau dilusi sumur untuk menentukan zona hambat atau Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) terhadap berbagai mikroorganisme patogen.

Penelitian yang dimuat dalam International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research pada tahun 2015 oleh Widyawati et al. menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun beluntas efektif menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif.

Sampel mikroba yang umum digunakan meliputi Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Candida albicans.

Meskipun banyak studi menunjukkan hasil positif, terdapat beberapa pandangan yang berlawanan atau keterbatasan yang perlu diakui.

Sebagian besar penelitian masih berada pada tahap preklinis (in vitro atau hewan), yang berarti validitas dan keamanannya pada manusia belum sepenuhnya terbukti melalui uji klinis skala besar.

Kurangnya standardisasi ekstrak dan variabilitas komposisi fitokimia berdasarkan lokasi geografis, kondisi tumbuh, dan metode ekstraksi juga dapat menghasilkan hasil yang berbeda antar penelitian. Hal ini memerlukan studi lebih lanjut untuk memastikan konsistensi dan efikasi.

Beberapa studi juga melaporkan adanya senyawa dalam beluntas yang, dalam dosis sangat tinggi, berpotensi menunjukkan toksisitas. Namun, pada dosis yang umumnya digunakan dalam pengobatan tradisional atau yang ditemukan dalam makanan, efek samping serius jarang dilaporkan.

Perbedaan respons individu juga menjadi faktor, di mana beberapa orang mungkin mengalami reaksi alergi ringan atau ketidaknyamanan pencernaan.

Oleh karena itu, penelitian toksisitas jangka panjang dan uji klinis pada populasi manusia yang lebih besar sangat diperlukan untuk mengkonfirmasi keamanan dan efektivitasnya secara menyeluruh.

Selain itu, mekanisme kerja yang tepat dari beberapa manfaat yang diklaim masih memerlukan elucidasi lebih lanjut.

Meskipun senyawa bioaktif tertentu telah diidentifikasi, interaksi kompleks antara berbagai komponen fitokimia dalam daun beluntas mungkin berkontribusi pada efek sinergis yang belum sepenuhnya dipahami.

Pendekatan penelitian yang lebih holistik, termasuk omics technologies (genomics, proteomics, metabolomics), dapat memberikan wawasan lebih dalam mengenai jalur biokimia yang terlibat.

Terdapat pula pandangan yang menyarankan bahwa beberapa manfaat tradisional mungkin lebih bersifat anekdotal atau plasebo, tanpa dasar ilmiah yang kuat.

Misalnya, meskipun digunakan untuk bau badan, penelitian ilmiah yang ketat untuk menguji efektivitasnya secara terkontrol masih terbatas.

Ini tidak berarti klaim tersebut tidak valid, tetapi menyoroti perlunya metodologi penelitian yang lebih canggih untuk mengkuantifikasi dan memvalidasi efek ini secara objektif.

Secara keseluruhan, meskipun bukti ilmiah awal sangat menjanjikan untuk banyak manfaat daun beluntas, penting untuk mendekati klaim ini dengan perspektif kritis.

Kesenjangan antara penggunaan tradisional dan bukti ilmiah yang kokoh perlu dijembatani melalui penelitian yang lebih rigorus, terutama uji klinis pada manusia.

Ini akan memungkinkan pengembangan produk berbasis beluntas yang aman, efektif, dan terstandarisasi untuk penggunaan terapeutik.

Rekomendasi

Berdasarkan analisis terhadap bukti ilmiah yang ada, beberapa rekomendasi dapat dirumuskan terkait penggunaan dan penelitian daun beluntas.

Pertama, bagi masyarakat umum yang ingin memanfaatkan daun beluntas, disarankan untuk menggunakannya sebagai bagian dari diet seimbang atau sebagai suplemen pendukung.

Penggunaan dalam bentuk lalapan segar atau teh herbal adalah metode yang umum dan relatif aman, namun penting untuk memantau respons tubuh dan tidak menggunakannya sebagai pengganti terapi medis konvensional untuk kondisi serius.

Konsultasi dengan profesional kesehatan sebelum memulai penggunaan rutin, terutama bagi individu dengan kondisi kesehatan tertentu atau yang sedang dalam pengobatan, sangat dianjurkan untuk menghindari potensi interaksi atau efek samping.

Kedua, bagi peneliti, terdapat kebutuhan mendesak untuk melakukan uji klinis pada manusia yang lebih besar dan terkontrol dengan baik.

Sebagian besar bukti saat ini berasal dari studi in vitro dan hewan, sehingga translasi ke manusia memerlukan validasi yang ketat. Penelitian harus fokus pada penentuan dosis optimal, durasi penggunaan, dan profil keamanan jangka panjang.

Selain itu, isolasi dan karakterisasi lebih lanjut dari senyawa bioaktif spesifik yang bertanggung jawab atas setiap manfaat yang diklaim akan memungkinkan pengembangan ekstrak terstandardisasi dengan potensi terapeutik yang lebih tinggi dan konsisten.

Ketiga, bagi industri farmasi dan suplemen, peluang pengembangan produk berbasis beluntas sangat terbuka. Namun, standarisasi ekstrak adalah kunci untuk memastikan kualitas dan efikasi produk.

Penggunaan teknologi ekstraksi modern dan metode analisis yang canggih dapat membantu dalam menghasilkan produk yang konsisten dalam kandungan senyawa aktifnya.

Pengembangan produk yang terbukti secara ilmiah dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan membuka pasar yang lebih luas untuk fitofarmaka berbasis beluntas.

Keempat, bagi pembuat kebijakan dan regulator, penting untuk mengembangkan pedoman yang jelas mengenai penggunaan dan pemasaran produk berbasis daun beluntas. Regulasi yang memadai akan memastikan keamanan konsumen dan mencegah klaim yang tidak berdasar.

Mendukung penelitian lebih lanjut melalui pendanaan dan fasilitasi akses data juga akan mempercepat proses validasi ilmiah dan integrasi beluntas ke dalam sistem kesehatan yang lebih formal, sesuai dengan potensi yang ditunjukkannya.

Secara keseluruhan, daun beluntas (Pluchea indica) memiliki profil fitokimia yang kaya, mendasari beragam manfaat kesehatan yang signifikan, mulai dari aktivitas antioksidan, anti-inflamasi, antimikroba, hingga potensi antidiabetik dan antikanker.

Penggunaan tradisionalnya yang luas sebagai agen pengurang bau badan dan peningkat pencernaan juga didukung oleh beberapa bukti ilmiah awal, meskipun memerlukan penelitian lebih lanjut.

Temuan dari berbagai studi preklinis menunjukkan prospek yang cerah bagi daun beluntas sebagai sumber agen terapeutik alami.

Meskipun demikian, validasi manfaat dan keamanan pada manusia melalui uji klinis skala besar masih menjadi area penelitian yang krusial. Kesenjangan antara pengetahuan tradisional dan bukti ilmiah yang kuat harus dijembatani untuk memaksimalkan potensi tanaman ini.

Arah penelitian di masa depan harus fokus pada elucidasi mekanisme molekuler yang lebih mendalam, standardisasi ekstrak, serta evaluasi toksisitas jangka panjang dan interaksi obat.

Dengan pendekatan ilmiah yang sistematis, daun beluntas berpotensi besar untuk diintegrasikan secara lebih luas ke dalam praktik kesehatan modern dan pengembangan produk farmasi herbal yang inovatif.