Ketahui Transformasi Sistem Pangan,Gizi Indonesia dan Arah Badan Gizi Nasional untuk masa depan lebih sehat.
Sabtu, 10 Mei 2025 oleh paiman
Transformasi Sistem Pangan-Gizi Indonesia: Menuju Badan Gizi Nasional yang Efektif
Foto: Siswa-siswi Sekolah Dasar Negeri Jati 03 Pagi, Pulo Gadung, Jakarta Timur, antusias mengikuti Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Rabu, 7 Mei 2025. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Catatan: Artikel ini adalah opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi.
Pembentukan Badan Gizi Nasional (BGN) melalui Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024 adalah langkah maju yang patut diapresiasi. Dengan mandat untuk mengoordinasikan program gizi berskala nasional dan anggaran fantastis sebesar Rp71 triliun di tahun 2025, BGN diharapkan menjadi mesin penggerak utama dalam upaya menurunkan angka stunting, memperbaiki status gizi masyarakat, dan memperkuat sistem pangan Indonesia secara keseluruhan.
Namun, keberhasilan BGN tidak hanya akan diukur dari seberapa banyak makanan yang berhasil didistribusikan. Lebih dari itu, BGN harus mampu membangun sistem gizi yang berkelanjutan, terutama melalui pendekatan inovatif yang disebut Pertanian Sensitif Gizi (Nutrition-Sensitive Agriculture/NSA).
Memahami Lebih Dalam: Apa Itu Nutrition-Sensitive Agriculture?
Nutrition-Sensitive Agriculture (NSA) adalah pendekatan dalam pembangunan pertanian yang secara spesifik bertujuan untuk meningkatkan hasil gizi, bukan sekadar meningkatkan produksi atau pendapatan petani. NSA melibatkan berbagai intervensi di sepanjang rantai pangan, mulai dari pemilihan jenis tanaman yang dibudidayakan, cara pendistribusian pangan, hingga edukasi mengenai perilaku konsumsi yang sehat. Fokus utamanya adalah meningkatkan kualitas dan keragaman pangan yang dikonsumsi masyarakat, terutama kelompok yang paling rentan seperti anak-anak dan ibu hamil.
Pendekatan NSA menekankan tiga aspek utama yang saling berkaitan erat:
- Diversifikasi Pangan Berbasis Lokal: Memastikan ketersediaan berbagai sumber protein, vitamin, dan mineral yang berasal dari sumber-sumber lokal.
- Pemberdayaan Petani Kecil (Terutama Perempuan): Memberikan akses dan kontrol yang lebih besar kepada petani kecil, khususnya perempuan, terhadap produksi dan konsumsi pangan sehat.
- Penguatan Sistem Pangan Lokal: Membangun sistem pangan lokal yang lebih tangguh dan inklusif, sehingga mampu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat secara berkelanjutan.
Mengapa NSA Begitu Penting dalam Konteks Program MBG?
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah inisiatif ambisius dari pemerintah Indonesia yang bertujuan menyediakan makanan bergizi bagi lebih dari 80 juta penerima manfaat di sekolah-sekolah dan komunitas. Akan tetapi, tanpa integrasi yang kuat dengan prinsip-prinsip NSA, program ini berisiko hanya menjadi proyek konsumsi jangka pendek yang tidak menyentuh akar permasalahan sistemik, seperti ketimpangan akses terhadap pangan bergizi, dominasi pangan ultraproses, dan terputusnya hubungan antara petani lokal dengan konsumen.
Dengan mengadopsi prinsip-prinsip NSA, Program MBG dapat memberikan efek positif yang berlipat ganda:
- Meningkatkan status gizi peserta melalui konsumsi bahan pangan segar, lokal, dan beragam.
- Menggerakkan roda perekonomian desa dengan menyerap hasil produksi dari petani, nelayan, peternak kecil, dan UMKM pangan lokal.
- Menanamkan pemahaman mengenai pentingnya konsumsi pangan sehat berbasis budaya melalui dapur layanan yang terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran di sekolah.
Singkatnya, NSA dapat memberikan dimensi keberlanjutan dan keadilan pada pelaksanaan Program MBG.
Lebih dari Sekadar Distribusi Makanan: Membangun Ketahanan Pangan Lokal
Program MBG yang dijalankan oleh BGN sejak Januari 2025 merupakan salah satu program gizi terbesar dalam sejarah Indonesia. Target penerima manfaatnya mencakup lebih dari 80 juta anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Lebih dari 1.200 dapur layanan (SPPG) sudah beroperasi di berbagai daerah, dari total target lebih dari 30.000 SPPG.
Namun, jika MBG hanya menjadi mekanisme distribusi makanan dari produsen besar ke konsumen, maka kita akan kehilangan kesempatan emas untuk memperkuat ketahanan pangan lokal. Inilah mengapa peran NSA menjadi sangat penting: untuk mengaitkan produksi pangan lokal, penghidupan petani kecil, dan konsumsi masyarakat dalam satu sistem yang saling mendukung dan menguatkan.
Peran Strategis BGN dalam Mewujudkan NSA
Sebagai badan nasional, BGN memiliki posisi strategis untuk menjadikan NSA sebagai landasan kebijakan gizi nasional. Berikut adalah tiga langkah konkret yang dapat dilakukan:
a. Menghubungkan Petani Lokal ke Rantai Pasok MBG
BGN dapat bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan pemerintah daerah untuk mengembangkan model kemitraan antara dapur layanan dengan koperasi tani dan UMKM pangan. Hal ini tidak hanya mendukung petani kecil, tetapi juga memastikan bahwa bahan pangan yang digunakan dalam MBG selalu segar, terjangkau, dan sesuai dengan konteks lokal.
b. Mendorong Diversifikasi Produksi Pangan Gizi-Sensitif
Selama ini, kebijakan pertanian nasional cenderung lebih fokus pada padi, jagung, dan tebu. Padahal, sumber protein hewani, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan buah-buahan lokal adalah kunci untuk memperbaiki kualitas gizi masyarakat. BGN dapat mendorong pemberian insentif bagi produksi pangan gizi-sensitif sebagai bagian dari strategi nasional.
c. Edukasi Konsumsi Sehat Berbasis Produksi Lokal
Dapur MBG harus menjadi pusat pembelajaran, bukan hanya sekadar tempat memasak makanan. Melalui pelatihan bagi pengelola dapur dan edukasi di sekolah-sekolah, BGN dapat membentuk perilaku makan sehat yang sesuai dengan konteks budaya dan geografis setempat. Hal ini sekaligus mendorong ketahanan gizi berbasis keluarga.
Tantangan yang Harus Diatasi: Koordinasi dan Sistem Data yang Terintegrasi
Implementasi NSA menuntut kolaborasi antarsektor yang kuat. Sayangnya, selama ini kebijakan di bidang pertanian, pendidikan, dan kesehatan seringkali berjalan secara terpisah-pisah. BGN harus membangun mekanisme kerja terpadu lintas kementerian dan daerah, misalnya dengan membentuk task force pangan dan gizi lokal yang fokus pada implementasi program NSA secara konkret.
Tantangan lainnya adalah kurangnya data mikro yang akurat mengenai lingkungan pangan, preferensi konsumsi lokal, dan kapasitas produksi komunitas. Tanpa pemetaan pangan lokal yang sistematis, upaya NSA akan sulit ditargetkan secara efektif. BGN perlu membangun sistem pemantauan yang mengintegrasikan data gizi dan data pangan ke dalam satu platform yang mudah diakses dan digunakan untuk perencanaan berbasis bukti.
Belajar dari Praktik Terbaik di Tingkat Global
Pendekatan NSA bukanlah konsep yang benar-benar baru di tingkat global. Brasil, melalui Programa Nacional de Alimentação Escolar (PNAE), mewajibkan minimal 30% bahan makanan untuk sekolah dibeli dari petani kecil lokal. Kebijakan ini terbukti berhasil meningkatkan pendapatan petani, memperkaya keragaman pangan, dan meningkatkan kualitas gizi anak-anak sekolah.
Di Ethiopia, program nasional mengintegrasikan penyuluh pertanian dan petugas kesehatan dalam satu sistem lintas sektor yang mendampingi keluarga petani. Mereka memberikan edukasi gizi berbasis produksi dan konsumsi lokal. Model ini terbukti efektif meningkatkan asupan zat besi dan vitamin A dalam rumah tangga sasaran.
Sementara itu, Bhutan menerapkan kebijakan Farm to School untuk memperpendek rantai pasok dan menjaga kesegaran bahan makanan di sekolah. Penerapan ini juga menciptakan hubungan budaya yang lebih dalam antara anak-anak dan tradisi pangan lokal mereka.
Indonesia memiliki potensi besar untuk mengadaptasi praktik-praktik tersebut, dengan mempertimbangkan konteks geografis dan kultural yang kaya. BGN dapat mengambil peran sentral dalam membangun sistem kebijakan yang tidak hanya menyalin, tetapi juga menyesuaikan dengan kekayaan sumber daya pangan yang kita miliki.
Implikasi Jangka Panjang: Dari Program Menuju Sistem yang Berkelanjutan
Jika kita melihat lebih jauh, keberadaan BGN dan pendekatan NSA tidak hanya berdampak pada gizi masyarakat saat ini, tetapi juga akan membentuk sistem pangan masa depan. Ketahanan pangan tidak bisa dicapai hanya dengan subsidi dan bantuan pangan; ia harus tumbuh dari kekuatan produksi lokal, nilai-nilai budaya konsumsi, dan sistem logistik yang adil.
NSA adalah pendekatan jangka panjang yang menghubungkan petani dengan pasar, anak-anak dengan dapur sekolah, dan masyarakat dengan kebun pekarangan mereka. Ini adalah strategi pembangunan ekonomi desa yang berbasis gizi, bukan sekadar proyek jangka pendek.
Arsitektur Gizi yang Terintegrasi: Masa Depan Indonesia yang Lebih Sehat
BGN hadir pada momen yang krusial. Di satu sisi, Indonesia masih menghadapi tantangan stunting dan gizi buruk. Di sisi lain, kita memiliki peluang besar untuk mereformasi sistem pangan agar lebih tangguh, inklusif, dan adil bagi petani kecil.
NSA menawarkan pendekatan yang menyeluruh untuk menjawab tantangan ini. Ia bukan hanya tentang apa yang kita makan, tetapi juga tentang bagaimana makanan itu diproduksi, didistribusikan, dan diajarkan dalam masyarakat.
Jika BGN mampu mengarusutamakan NSA, maka Program MBG tidak hanya akan berhenti pada pembagian makanan gratis, tetapi akan menjadi fondasi pembangunan manusia yang sehat dan berdaulat pangan. (miq/miq)
Ingin menerapkan prinsip Pertanian Sensitif Gizi (NSA) dalam kehidupan sehari-hari? Yuk, simak tips praktis berikut ini agar keluarga Anda mendapatkan gizi yang optimal!
1. Tanam Sayuran dan Buah di Pekarangan Rumah - Memanfaatkan lahan kosong di sekitar rumah untuk menanam sayuran dan buah-buahan adalah cara terbaik untuk memastikan ketersediaan pangan yang segar dan bergizi. Selain itu, kegiatan berkebun juga bisa menjadi aktivitas yang menyenangkan dan menyehatkan bagi seluruh anggota keluarga.
Contohnya, Anda bisa menanam bayam, kangkung, tomat, cabai, atau terong di pot atau lahan kecil di pekarangan rumah. Dengan begitu, Anda bisa memanen sayuran segar setiap saat untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
2. Beli Produk Pangan dari Petani Lokal - Dengan membeli produk pangan langsung dari petani lokal, Anda tidak hanya mendukung perekonomian mereka, tetapi juga mendapatkan bahan pangan yang lebih segar dan berkualitas. Selain itu, Anda juga turut berkontribusi dalam mengurangi emisi karbon karena rantai pasok yang lebih pendek.
Cobalah untuk berbelanja di pasar tradisional atau langsung ke petani di desa-desa sekitar. Anda akan menemukan berbagai macam sayuran, buah-buahan, dan produk olahan pangan lokal yang lebih segar dan lebih murah daripada di supermarket.
3. Diversifikasi Menu Makanan Keluarga - Jangan terpaku hanya pada satu jenis bahan makanan saja. Usahakan untuk menyajikan menu makanan yang beragam setiap hari, yang terdiri dari berbagai sumber protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Dengan begitu, kebutuhan gizi keluarga akan terpenuhi secara optimal.
Misalnya, dalam satu hari, Anda bisa menyajikan nasi, ikan, sayur sop, dan buah-buahan sebagai menu makan siang. Kemudian, untuk makan malam, Anda bisa mengganti ikan dengan ayam, dan sayur sop dengan tumis kangkung.
4. Edukasi Keluarga tentang Pentingnya Gizi Seimbang - Ajarkan kepada seluruh anggota keluarga, terutama anak-anak, tentang pentingnya mengonsumsi makanan yang bergizi seimbang. Jelaskan manfaat dari setiap jenis bahan makanan dan dampaknya terhadap kesehatan tubuh.
Anda bisa mengajak anak-anak untuk ikut berbelanja bahan makanan dan memasak bersama. Dengan begitu, mereka akan lebih memahami tentang proses pembuatan makanan dan lebih menghargai makanan yang mereka konsumsi.
Apa sebenarnya manfaat dari Badan Gizi Nasional (BGN) menurut pendapat Ibu Sri Lestari?
Menurut Ibu Sri Lestari, seorang ahli gizi terkemuka, BGN memiliki potensi besar untuk menjadi motor penggerak dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat Indonesia. Dengan koordinasi yang efektif dan anggaran yang memadai, BGN dapat memastikan bahwa program-program gizi berjalan tepat sasaran dan memberikan dampak positif yang signifikan.
Bagaimana pendapat Bapak Budi Santoso mengenai peran Pertanian Sensitif Gizi (NSA) dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG)?
Bapak Budi Santoso, seorang pakar pertanian, menekankan bahwa NSA adalah kunci untuk membuat program MBG menjadi lebih berkelanjutan dan berdampak jangka panjang. Dengan mengintegrasikan NSA ke dalam MBG, kita tidak hanya memberikan makanan gratis kepada anak-anak, tetapi juga memberdayakan petani lokal dan membangun sistem pangan yang lebih tangguh.
Apa tantangan terbesar yang dihadapi BGN dalam implementasi NSA menurut pandangan Ibu Ani Wijaya?
Ibu Ani Wijaya, seorang pengamat kebijakan publik, berpendapat bahwa tantangan terbesar yang dihadapi BGN adalah koordinasi antarsektor dan ketersediaan data yang akurat. Tanpa koordinasi yang baik dan data yang memadai, upaya NSA akan sulit ditargetkan secara efektif dan dampaknya tidak akan maksimal.
Bagaimana cara BGN dapat belajar dari pengalaman negara lain dalam menerapkan NSA menurut Bapak Joko Susilo?
Menurut Bapak Joko Susilo, seorang ahli pembangunan internasional, BGN dapat belajar dari pengalaman negara lain dengan mengadaptasi praktik-praktik terbaik yang sesuai dengan konteks Indonesia. Penting untuk tidak hanya menyalin mentah-mentah, tetapi juga menyesuaikan dengan kekayaan sumber daya pangan dan budaya yang kita miliki.
Apa harapan Ibu Maya Dewi terhadap BGN dalam jangka panjang?
Ibu Maya Dewi, seorang aktivis gizi, berharap bahwa BGN dapat menjadi lembaga yang transformatif, yang tidak hanya fokus pada program-program jangka pendek, tetapi juga mampu membangun sistem pangan yang berkelanjutan dan adil bagi semua masyarakat Indonesia. Ia berharap BGN dapat mewujudkan Indonesia yang sehat dan berdaulat pangan.