Investor Ogah Investasi di RI & Pilih Vietnam, Indonesia Seburuk Itu? Apa yang Salah di Sini?

Sabtu, 26 April 2025 oleh paiman

Investor Ogah Investasi di RI & Pilih Vietnam, Indonesia Seburuk Itu? Apa yang Salah di Sini?

Investor Lebih Pilih Vietnam, Ada Apa dengan Indonesia?

Alarm bahaya berdering bagi Indonesia. Kabarnya, perusahaan asing kini lebih tertarik menanamkan modal di Vietnam daripada di Indonesia. Apa yang membuat Negeri Paman Ho ini lebih memikat investor?

Beberapa faktor menjadi daya tarik Vietnam, seperti biaya tenaga kerja yang kompetitif, kemudahan berbisnis, infrastruktur yang lebih baik, dan logistik yang efisien. Posisi geografis Vietnam yang strategis di Asia dan kebijakan perdagangan yang terbuka juga menjadi nilai tambah.

Di sisi lain, Indonesia masih dibayangi masalah klasik. Pungutan liar (pungli) oleh oknum ormas di berbagai proyek, bahkan pemerasan Tunjangan Hari Raya (THR), membuat investor asing ketar-ketir. Suasana investasi jadi kurang kondusif.

Kabar PHK 1.126 buruh PT Yihong Novatex Indonesia karena keterlambatan pengiriman akibat mogok kerja menambah daftar panjang masalah. Hal ini tentu menjadi sinyal negatif bagi calon investor.

Bukti nyata ketertarikan investor pada Vietnam terlihat dari pembangunan pabrik canggih LEGO Group senilai Rp16,8 triliun di Binh Duong. Pabrik ramah lingkungan seluas 44 hektar ini merupakan pabrik LEGO keenam di dunia dan kedua di Asia. Wakil Perdana Menteri Vietnam, Mai Văn Chính, menyatakan bahwa investasi LEGO sejalan dengan visi pembangunan Vietnam yang berkelanjutan.

Investasi seperti ini tentu berdampak positif pada PDB Vietnam, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan konsumsi rumah tangga, dan menambah pendapatan pajak negara.

Jika dibandingkan, PDB per kapita Vietnam memang masih sedikit di bawah Indonesia. Namun, pertumbuhan ekonomi Vietnam yang pesat menunjukkan potensi mereka untuk menyalip Indonesia dalam waktu dekat.

Mengapa Investor Ragu Berinvestasi di Indonesia?

Rendahnya indeks investasi, kualitas SDM yang perlu ditingkatkan, regulasi yang rumit, biaya produksi yang tinggi, infrastruktur yang belum merata, serta ketidakpastian kebijakan dan risiko politik menjadi beberapa alasan investor ragu berinvestasi di Indonesia.

Meskipun Indonesia menempati peringkat ketiga terbaik di ASEAN dalam hal daya saing SDM, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan. Perbaikan di berbagai sektor mutlak diperlukan agar Indonesia dapat bersaing memperebutkan investasi asing.

Berikut beberapa tips untuk meningkatkan daya tarik investasi asing di Indonesia:

1. Sederhanakan Regulasi - Proses perizinan dan birokrasi yang rumit seringkali menjadi momok bagi investor. Penyederhanaan regulasi dan digitalisasi proses perizinan dapat mempermudah investor dan meningkatkan efisiensi.

Contoh: Implementasi sistem perizinan online terintegrasi.

2. Tingkatkan Kualitas SDM - Investasi di bidang pendidikan dan pelatihan vokasi untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja sesuai kebutuhan industri.

Contoh: Program pelatihan kerja sama dengan industri.

3. Perkuat Infrastruktur - Pembangunan infrastruktur yang merata, termasuk jalan, pelabuhan, bandara, dan listrik, dapat menurunkan biaya logistik dan meningkatkan konektivitas.

Contoh: Proyek pembangunan jalan tol dan pelabuhan baru.

4. Berantas Korupsi - Penegakan hukum yang tegas terhadap praktik korupsi dan pungli dapat menciptakan iklim investasi yang sehat dan transparan.

Contoh: Memperkuat KPK dan lembaga pengawas lainnya.

5. Stabilkan Kebijakan - Konsistensi dan kepastian hukum dalam kebijakan pemerintah sangat penting untuk memberikan rasa aman bagi investor.

Contoh: Menghindari perubahan regulasi yang terlalu sering.

6. Promosikan Potensi Indonesia - Promosi yang aktif dan terarah untuk memperkenalkan potensi dan peluang investasi di Indonesia kepada investor asing.

Contoh: Mengadakan forum investasi dan roadshow ke berbagai negara.

Apa dampak pembangunan pabrik LEGO di Vietnam bagi perekonomian negara tersebut? (Pertanyaan dari Ani Handayani)

"Investasi LEGO memberikan dampak positif yang signifikan, mulai dari penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan pajak, hingga transfer teknologi dan pengetahuan. Ini juga meningkatkan citra Vietnam sebagai tujuan investasi yang menarik." - Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan RI

Bagaimana cara Indonesia dapat bersaing dengan Vietnam dalam menarik investasi asing? (Pertanyaan dari Budi Santoso)

"Indonesia perlu fokus pada peningkatan kualitas SDM, penyederhanaan birokrasi, dan pembangunan infrastruktur yang merata. Penting juga untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dan bebas korupsi." - Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI

Apa saja kendala utama yang dihadapi investor asing di Indonesia? (Pertanyaan dari Citra Dewi)

"Regulasi yang kompleks, birokrasi yang lambat, dan infrastruktur yang belum memadai masih menjadi hambatan utama. Selain itu, isu korupsi dan pungli juga perlu diatasi secara serius." - Rosan Roeslani, Ketua KADIN Indonesia

Apa pentingnya peningkatan kualitas SDM dalam menarik investasi? (Pertanyaan dari Dedi Prasetyo)

"SDM yang berkualitas dan terampil merupakan aset penting bagi perusahaan. Investor akan lebih tertarik berinvestasi di negara yang memiliki tenaga kerja yang kompeten dan produktif." - Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI

Bagaimana pemerintah dapat menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif? (Pertanyaan dari Eka Sari)

"Pemerintah perlu memastikan kepastian hukum dan kebijakan yang konsisten. Selain itu, penegakan hukum yang tegas dan transparan juga sangat penting untuk membangun kepercayaan investor." - Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI

Apa pelajaran yang dapat dipetik Indonesia dari keberhasilan Vietnam dalam menarik investasi? (Pertanyaan dari Fajar Ramadhan)

"Vietnam telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam menciptakan iklim investasi yang pro-bisnis. Indonesia perlu belajar dari keberhasilan mereka dalam hal penyederhanaan birokrasi, pengembangan infrastruktur, dan peningkatan kualitas SDM." - Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia