Inilah Reaksi Arteria Dahlan Saat Guru Besar Unsoed Sebut Gratifikasi Sumber Kejahatan, tapi Dianggap Rezeki Anak Saleh sungguh ironi dalam hukum
Rabu, 7 Mei 2025 oleh paiman
Gratifikasi: Akar Kejahatan Korupsi yang Sering Dianggap Rezeki Nomplok?
Pakar hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) menegaskan bahwa gratifikasi adalah salah satu sumber utama kejahatan dalam tindak pidana korupsi. Pernyataan ini muncul saat ahli hukum tersebut, Hibnu, memberikan keterangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Hibnu dihadirkan sebagai saksi ahli oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus dugaan suap yang melibatkan Lisa Rachmat, terdakwa yang berupaya membebaskan Gregorius Ronald Tannur. Ia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Arteria Dahlan, pengacara Lisa Rachmat.
"Apakah pengaturan mengenai gratifikasi dalam delik tindak pidana korupsi sudah tepat?" tanya Arteria Dahlan dalam persidangan.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Hibnu menjelaskan bahwa larangan gratifikasi dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah cerminan semangat anti korupsi. Menurutnya, para pegiat pencegahan korupsi memandang gratifikasi sebagai titik awal dari tindakan koruptif.
"Sumber kejahatan itu ada di gratifikasi," tegas Hibnu.
Lebih lanjut, ia menguraikan bahwa pemberian sesuatu kepada pejabat pasti memiliki maksud tertentu. Dalam konteks gratifikasi, pemberi tidak mungkin memberikan sesuatu tanpa tujuan yang tersembunyi. Tujuan ini erat kaitannya dengan jabatan yang diemban oleh penyelenggara negara yang menerima pemberian.
"Pemberian itu karena jabatan atau pekerjaan, dengan tujuan agar penerima melakukan tindakan yang bertentangan [dengan kewajibannya]," jelas Hibnu.
Oleh karena itu, delik gratifikasi yang diatur dalam Pasal 12 B UU Pemberantasan Tipikor menekankan bahwa pemberian dilakukan dalam kapasitas penerima sebagai pejabat di lembaga tertentu.
"Dalam pencegahan tindak pidana korupsi, sumber masalahnya adalah gratifikasi yang sering dianggap remeh. 'Ah, biasa'. 'Ah, ini rezeki anak saleh'. 'Ah, alhamdulillah'," ungkap Hibnu.
Dalam kasus ini, Zarof didakwa atas percobaan suap, membantu, atau bersekongkol untuk menyuap Hakim Agung Soesilo, ketua majelis kasasi dalam perkara Ronald Tannur. Kasasi diajukan oleh jaksa penuntut umum yang tidak terima dengan vonis bebas yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kepada anak mantan anggota DPR RI tersebut dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti.
Jaksa menduga bahwa Zarof menerima uang sebesar Rp 5 miliar dari Lisa dalam dua tahap, masing-masing Rp 2,5 miliar. Suap tersebut bertujuan untuk mempengaruhi persidangan agar majelis kasasi menguatkan putusan PN Surabaya.
Selain itu, Zarof juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas. Uang dan logam mulia senilai total Rp 1 triliun tersebut ditemukan saat penggeledahan rumahnya di kawasan Senayan, Jakarta Pusat.
Gratifikasi memang tampak seperti rezeki nomplok, tapi dampaknya bisa sangat merugikan. Yuk, simak tips berikut agar kita tidak terjebak dalam pusaran gratifikasi:
1. Kenali Batasan Gratifikasi - Pelajari dan pahami batasan-batasan gratifikasi yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan sesuai dengan peraturan yang berlaku di instansi atau perusahaan Anda. Misalnya, hadiah pernikahan dari teman sekantor senilai Rp200.000 mungkin masih wajar, tapi pemberian mobil dari rekan bisnis jelas tidak diperbolehkan.
Gratifikasi yang dilarang biasanya yang memiliki potensi konflik kepentingan atau mempengaruhi pengambilan keputusan.
2. Laporkan Penerimaan Gratifikasi - Jika Anda menerima sesuatu yang berpotensi dianggap gratifikasi, segera laporkan kepada atasan atau unit kepatuhan internal. Ini menunjukkan itikad baik dan transparansi Anda. Misalkan, Anda menerima bingkisan mewah dari vendor setelah proyek selesai. Segera laporkan, meskipun Anda merasa tidak terpengaruh oleh pemberian tersebut.
Pelaporan ini penting untuk menghindari tuduhan yang tidak berdasar.
3. Tolak dengan Halus - Jika memungkinkan, tolak pemberian yang berpotensi dianggap gratifikasi dengan cara yang sopan dan profesional. Jelaskan bahwa Anda menghargai niat baiknya, tetapi Anda memiliki kebijakan untuk tidak menerima pemberian dalam kapasitas jabatan Anda. Contohnya, "Terima kasih atas apresiasinya, Pak. Tapi, mohon maaf, kami di sini tidak diperkenankan menerima hadiah apapun terkait pekerjaan."
Penolakan yang halus lebih baik daripada menimbulkan kecurigaan di kemudian hari.
4. Bangun Budaya Anti-Gratifikasi - Dukung dan promosikan budaya anti-gratifikasi di lingkungan kerja Anda. Edukasi rekan kerja tentang bahaya gratifikasi dan pentingnya menjaga integritas. Misalnya, mengadakan seminar atau sosialisasi rutin tentang gratifikasi di kantor.
Dengan membangun budaya yang kuat, kita bisa saling mengingatkan dan menjaga diri dari godaan gratifikasi.
Apa bedanya gratifikasi dengan suap menurut Pak Budi?
Menurut Dr. Romli Atmasasmita, seorang ahli hukum pidana, "Perbedaan utama antara gratifikasi dan suap terletak pada niat. Suap selalu memiliki niat jahat untuk mempengaruhi keputusan, sedangkan gratifikasi bisa terjadi tanpa niat jahat, namun tetap melanggar hukum jika tidak dilaporkan."
Bagaimana cara melaporkan gratifikasi menurut Ibu Ani?
Menurut Ibu Laode M. Syarif, Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, "Pelaporan gratifikasi dapat dilakukan melalui berbagai cara. Bisa langsung ke KPK, melalui Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di instansi masing-masing, atau melalui website pelaporan gratifikasi online KPK. Yang terpenting, laporkan secepatnya setelah menerima gratifikasi."
Apa sanksi hukum bagi penerima gratifikasi menurut Mas Joko?
Menurut Prof. Dr. Eddy O.S. Hiariej, Wakil Menteri Hukum dan HAM, "Sanksi hukum bagi penerima gratifikasi diatur dalam Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar."
Bagaimana cara membedakan hadiah yang wajar dan gratifikasi menurut Mbak Rina?
Menurut Busyro Muqoddas, mantan Ketua KPK, "Untuk membedakan hadiah yang wajar dan gratifikasi, lihatlah dari nilai barang, hubungan antara pemberi dan penerima, serta potensi konflik kepentingan. Jika nilainya signifikan, ada hubungan jabatan, dan berpotensi mempengaruhi keputusan, maka kemungkinan besar itu adalah gratifikasi yang dilarang."