Temukan 14 Manfaat Buah Manjakani & Cara Olahnya yang Jarang Diketahui

Jumat, 5 September 2025 oleh journal

Temukan 14 Manfaat Buah Manjakani & Cara Olahnya yang Jarang Diketahui

Manjakani, yang secara botani dikenal sebagai Quercus infectoria, merupakan salah satu tanaman yang telah lama dikenal dan digunakan dalam pengobatan tradisional di berbagai belahan dunia, khususnya di Asia.

Tanaman ini menghasilkan puru (gall) yang terbentuk akibat reaksi pohon terhadap serangan serangga tertentu, bukan buah dalam pengertian botani murni. Puru manjakani kaya akan senyawa bioaktif, terutama tanin, yang memberikan sebagian besar khasiat obatnya.

Pemanfaatan manjakani secara tradisional meliputi penggunaan sebagai agen astringen, antimikroba, dan anti-inflamasi, yang menjadikannya bahan penting dalam berbagai ramuan herbal. Pengolahan yang tepat menjadi krusial untuk memaksimalkan potensi terapeutik dan memastikan keamanan penggunaannya.

cara mengolah buah manjakani dan manfaatnya

  1. Sebagai Agen Antimikroba yang Poten

    Manjakani menunjukkan aktivitas antimikroba yang signifikan, terutama berkat kandungan taninnya yang tinggi. Senyawa ini mampu menghambat pertumbuhan berbagai bakteri patogen dan jamur, termasuk Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Candida albicans.

    Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Ethnopharmacology pada tahun 2006 oleh Fatmawati et al. menunjukkan bahwa ekstrak manjakani memiliki spektrum aktivitas antibakteri yang luas.

    Hal ini menjadikannya kandidat potensial untuk pengobatan infeksi, baik secara internal maupun topikal, mengurangi ketergantungan pada antibiotik sintetik dalam beberapa kasus.

  2. Membantu Pemulihan Jaringan dan Penyembuhan Luka

    Kandungan tanin dalam manjakani memberikan sifat astringen yang kuat, yang bermanfaat dalam penyembuhan luka. Sifat ini membantu mengencangkan jaringan, mengurangi pendarahan, dan membentuk lapisan pelindung pada luka, mempercepat proses koagulasi dan regenerasi sel.

    Penelitian yang dipublikasikan dalam African Journal of Biotechnology pada tahun 2011 oleh Muhammad et al. mengemukakan bahwa aplikasi topikal ekstrak manjakani pada luka menunjukkan peningkatan laju penutupan luka dan pembentukan kolagen.

    Ini menunjukkan potensi besar manjakani dalam aplikasi dermatologis untuk luka minor dan abrasi.

  3. Efek Anti-inflamasi dan Pereda Nyeri

    Manjakani juga dikenal memiliki sifat anti-inflamasi dan analgesik. Senyawa aktif di dalamnya dapat memodulasi respons inflamasi tubuh, mengurangi pembengkakan dan rasa sakit yang terkait.

    Studi in vitro dan in vivo telah mengindikasikan bahwa ekstrak manjakani dapat menghambat jalur pro-inflamasi.

    Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Iranian Journal of Pharmaceutical Research pada tahun 2013 oleh Pourabedin et al., komponen bioaktif manjakani berkontribusi pada penurunan mediator inflamasi, menawarkan potensi sebagai agen terapeutik untuk kondisi inflamasi kronis.

  4. Potensi Antioksidan yang Kuat

    Kandungan senyawa fenolik, terutama tanin dan flavonoid, menjadikan manjakani sebagai sumber antioksidan alami yang efektif.

    Antioksidan ini berperan penting dalam menetralkan radikal bebas yang merusak sel dan menyebabkan stres oksidatif, yang merupakan pemicu berbagai penyakit degeneratif. Sebuah tinjauan komprehensif oleh Darshana et al.

    dalam International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research pada tahun 2014 menyoroti kapasitas antioksidan manjakani yang signifikan. Konsumsi manjakani yang tepat dapat mendukung kesehatan seluler dan memperlambat proses penuaan dini.

  5. Meningkatkan Kesehatan Vagina dan Mengurangi Keputihan

    Secara tradisional, manjakani sering digunakan untuk menjaga kesehatan organ intim wanita, termasuk mengencangkan otot vagina dan mengurangi keputihan berlebihan. Sifat astringennya membantu mengencangkan jaringan mukosa, sementara sifat antimikrobanya melawan infeksi yang menyebabkan keputihan tidak normal.

    Namun, penggunaan harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dosis untuk menghindari iritasi atau kekeringan berlebihan. Studi yang meneliti efek manjakani pada flora vagina perlu dilakukan lebih lanjut untuk memahami mekanisme dan keamanannya secara komprehensif.

  6. Membantu Mengatasi Diare dan Disentri

    Karena sifat astringennya, manjakani juga efektif dalam pengobatan diare dan disentri. Tanin bekerja dengan mengurangi sekresi cairan di usus dan menghambat motilitas usus, sehingga membantu menghentikan diare.

    Selain itu, efek antimikrobanya dapat melawan bakteri penyebab infeksi usus. Penelitian praklinis menunjukkan potensi manjakani sebagai agen antidiare alami.

    Penggunaannya dalam konteks ini harus tetap di bawah pengawasan untuk memastikan dosis yang tepat dan menghindari efek samping seperti sembelit.

  7. Potensi Antikanker (Studi Awal)

    Beberapa penelitian awal, terutama in vitro, menunjukkan bahwa ekstrak manjakani mungkin memiliki sifat antikanker. Senyawa bioaktif di dalamnya ditengarai dapat menginduksi apoptosis (kematian sel terprogram) pada sel kanker tertentu dan menghambat proliferasi sel tumor.

    Namun, penelitian ini masih berada pada tahap sangat awal dan memerlukan studi in vivo yang lebih luas serta uji klinis pada manusia. Menurut tinjauan oleh R. Raji dan S. R.

    Saravanan dalam Asian Pacific Journal of Cancer Prevention tahun 2014, potensi antikanker manjakani memerlukan eksplorasi lebih lanjut dengan metodologi yang lebih ketat.

  8. Mendukung Kesehatan Gigi dan Mulut

    Sifat antimikroba dan astringen manjakani juga menjadikannya bermanfaat untuk kesehatan gigi dan mulut. Ekstrak manjakani dapat membantu mengurangi plak, mencegah radang gusi (gingivitis), dan mengatasi bau mulut dengan melawan bakteri penyebabnya.

    Beberapa pasta gigi tradisional dan obat kumur memanfaatkan manjakani sebagai salah satu bahan aktifnya. Penggunaan rutin dalam bentuk bilasan atau pasta dapat membantu menjaga kebersihan mulut dan mencegah masalah periodontal.

  9. Berpotensi dalam Pengelolaan Diabetes

    Studi pendahuluan menunjukkan bahwa manjakani mungkin memiliki efek hipoglikemik, berpotensi membantu dalam pengelolaan kadar gula darah.

    Beberapa penelitian in vitro dan pada hewan telah mengindikasikan bahwa ekstrak manjakani dapat menghambat enzim alfa-glukosidase, yang berperan dalam penyerapan glukosa dari saluran pencernaan.

    Namun, penelitian lebih lanjut, terutama uji klinis pada manusia, sangat diperlukan untuk mengkonfirmasi efektivitas dan keamanannya sebagai agen antidiabetes. Potensi ini membuka jalan bagi eksplorasi manjakani sebagai suplemen pendukung.

  10. Meredakan Gejala Wasir

    Sifat astringen manjakani juga dapat membantu meredakan gejala wasir. Ketika diaplikasikan secara topikal, manjakani dapat membantu mengencangkan pembuluh darah yang membengkak di area anus, mengurangi pembengkakan, rasa sakit, dan pendarahan.

    Efek anti-inflamasinya juga berkontribusi pada pengurangan ketidaknyamanan. Penggunaan manjakani untuk wasir telah menjadi praktik tradisional di beberapa budaya, meskipun diperlukan formulasi yang tepat untuk aplikasi eksternal yang aman dan efektif.

  11. Meningkatkan Kesehatan Kulit

    Manjakani dapat berkontribusi pada kesehatan kulit berkat sifat antimikroba dan antioksidannya. Penggunaannya secara topikal dapat membantu mengatasi masalah kulit seperti jerawat, yang sering disebabkan oleh bakteri.

    Sifat astringennya juga dapat membantu mengencangkan pori-pori dan mengurangi produksi minyak berlebih. Namun, konsentrasi yang tepat dan pengujian alergi sangat penting sebelum aplikasi luas pada kulit sensitif untuk menghindari iritasi yang tidak diinginkan.

  12. Potensi Gastroprotektif

    Beberapa penelitian menunjukkan bahwa manjakani mungkin memiliki efek gastroprotektif, artinya dapat membantu melindungi lapisan lambung dari kerusakan.

    Hal ini mungkin terkait dengan kandungan antioksidan dan anti-inflamasinya yang dapat mengurangi stres oksidatif dan peradangan pada mukosa lambung.

    Studi lebih lanjut diperlukan untuk memahami mekanisme pasti dan potensi aplikasinya dalam pengobatan kondisi seperti tukak lambung. Penggunaan ini masih dalam tahap eksplorasi ilmiah awal.

  13. Sebagai Agen Antiparasit

    Ada indikasi bahwa ekstrak manjakani memiliki aktivitas antiparasit terhadap beberapa jenis parasit. Kandungan bioaktifnya ditengarai dapat mengganggu siklus hidup atau metabolisme parasit, menjadikannya target yang menarik untuk pengembangan obat antiparasit alami.

    Meskipun demikian, penelitian di bidang ini masih terbatas dan memerlukan validasi lebih lanjut melalui studi in vitro dan in vivo yang komprehensif. Potensi ini bisa menjadi alternatif penting dalam penanganan infeksi parasit.

  14. Mendukung Kesehatan Rambut dan Kulit Kepala

    Manjakani dapat diaplikasikan pada rambut dan kulit kepala untuk mengatasi masalah seperti ketombe dan kerontokan rambut. Sifat antimikrobanya dapat membantu mengontrol pertumbuhan jamur penyebab ketombe, sementara sifat astringennya dapat mengencangkan folikel rambut.

    Ini berpotensi memperkuat akar rambut dan mengurangi kerontokan. Namun, formulasi yang tepat dan penggunaan yang seimbang diperlukan untuk menghindari efek samping seperti kekeringan pada rambut atau iritasi kulit kepala.

Pemanfaatan manjakani dalam praktik kesehatan tradisional telah berlangsung selama berabad-abad, terutama di kawasan Asia Tenggara dan Timur Tengah.

Misalnya, di Malaysia dan Indonesia, manjakani sering diintegrasikan ke dalam ramuan pasca-persalinan untuk membantu pemulihan rahim dan mengencangkan otot-otot panggul.

Praktik ini didasarkan pada keyakinan terhadap sifat astringen manjakani yang dapat membantu proses penyembuhan alami tubuh. Namun, kurangnya standardisasi dosis dan formulasi terkadang menimbulkan variasi hasil dan potensi efek samping.

Dalam konteks kesehatan reproduksi wanita, kasus-kasus penggunaan manjakani untuk mengatasi keputihan atau "merapatkan" vagina sering dilaporkan. Beberapa wanita merasa terbantu dengan penggunaan topikal manjakani, yang diyakini dapat mengurangi cairan berlebih dan memberikan sensasi kencang.

Namun, ahli ginekologi seperti Dr. Sarah Lim dari National University Hospital, Singapura, sering memperingatkan bahwa penggunaan berlebihan atau tidak tepat dapat mengganggu keseimbangan pH alami vagina dan flora normal, yang justru dapat meningkatkan risiko infeksi atau iritasi.

Kehati-hatian dan konsultasi medis sangat disarankan.

Di bidang dermatologi, ada laporan kasus tentang penggunaan ekstrak manjakani untuk mengatasi jerawat dan kondisi kulit lainnya. Pasien yang mencoba sediaan topikal berbasis manjakani kadang melaporkan perbaikan pada peradangan dan kemerahan kulit.

Menurut Dr. Amir Khan, seorang dermatolog dari Pakistan, sifat antimikroba manjakani memang menjanjikan untuk kondisi kulit tertentu, namun formulasi harus tepat agar tidak menyebabkan kekeringan atau iritasi, terutama pada kulit sensitif.

Uji patch selalu direkomendasikan sebelum aplikasi luas.

Terkait dengan sistem pencernaan, manjakani secara historis digunakan untuk mengobati diare dan disentri. Kasus-kasus di mana pasien mengalami perbaikan gejala diare setelah mengonsumsi rebusan manjakani telah didokumentasikan dalam literatur etnobotani.

Sifat astringennya diyakini dapat mengurangi frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja.

Namun, Dr. Rina Dewi, seorang gastroenterolog di Jakarta, menekankan bahwa diare kronis atau parah memerlukan diagnosis medis yang akurat dan mungkin intervensi farmakologis, tidak hanya bergantung pada pengobatan herbal.

Meskipun ada bukti anekdotal dan tradisional yang mendukung banyak manfaat manjakani, integrasinya ke dalam praktik medis modern masih memerlukan validasi lebih lanjut.

Misalnya, potensi antikanker manjakani, meskipun menjanjikan dalam studi in vitro, belum ada kasus klinis yang membuktikan efektivitasnya pada manusia.

Menurut Dr. Tan Chee Keong, seorang onkolog dari Malaysia, "Studi in vitro menunjukkan potensi, tetapi terjemahan ke dalam terapi klinis memerlukan uji coba yang ketat untuk memastikan keamanan dan efikasi pada pasien kanker."

Penting untuk memahami bahwa cara pengolahan manjakani sangat memengaruhi khasiat dan keamanannya. Pengolahan tradisional, seperti perebusan atau penumbukan, mungkin tidak selalu menghasilkan konsentrasi senyawa aktif yang konsisten.

Kasus keracunan atau efek samping sering kali terkait dengan dosis yang tidak tepat atau kontaminasi selama proses pengolahan. Oleh karena itu, standardisasi metode ekstraksi dan formulasi menjadi sangat penting untuk penggunaan yang aman dan efektif.

Diskusi mengenai efek manjakani pada kesehatan vagina sering kali menimbulkan perdebatan. Beberapa praktisi tradisional menganjurkan penggunaan douching dengan rebusan manjakani.

Namun, American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) secara umum tidak merekomendasikan douching karena dapat mengganggu flora normal vagina dan meningkatkan risiko infeksi.

Ini menunjukkan perlunya keseimbangan antara pengetahuan tradisional dan bukti ilmiah modern untuk penggunaan yang aman.

Dalam beberapa budaya, manjakani juga digunakan sebagai bagian dari ritual kecantikan, misalnya dalam masker wajah atau lulur. Ada laporan tentang perbaikan tekstur kulit dan pengurangan jerawat setelah penggunaan rutin.

Namun, reaksi kulit dapat bervariasi antar individu, dan beberapa orang mungkin mengalami iritasi atau kekeringan. Oleh karena itu, pengujian pada area kecil kulit sebelum aplikasi luas sangat dianjurkan untuk mencegah reaksi alergi yang tidak diinginkan.

Secara keseluruhan, meskipun manjakani memiliki sejarah panjang penggunaan tradisional dan beberapa penelitian ilmiah awal yang menjanjikan, penggunaannya dalam konteks modern harus didasarkan pada bukti ilmiah yang kuat dan konsultasi dengan profesional kesehatan.

Kasus-kasus yang berhasil sering kali merupakan hasil dari penggunaan yang hati-hati dan tepat, sementara masalah muncul dari penggunaan yang tidak terkontrol atau tidak tepat.

Perlu diingat bahwa tidak semua klaim tradisional didukung oleh penelitian ilmiah yang ketat.

Tips Pengolahan dan Penggunaan Manjakani yang Aman

  • Pilih Manjakani Berkualitas Tinggi

    Pastikan untuk memilih puru manjakani yang bersih, kering, dan bebas dari jamur atau serangga. Kualitas bahan baku sangat memengaruhi khasiat dan keamanan produk akhir.

    Manjakani yang baik biasanya memiliki warna coklat keabuan dan tekstur yang keras.

    Sumber yang terpercaya dari pemasok herbal atau apotek yang memiliki reputasi baik sangat dianjurkan untuk menghindari bahan yang terkontaminasi atau palsu, yang dapat membahayakan kesehatan pengguna.

  • Pengolahan dengan Metode Perebusan (Dekoksi)

    Salah satu cara paling umum untuk mengolah manjakani adalah dengan merebusnya. Ambil beberapa buah manjakani kering, cuci bersih, lalu rebus dalam air mendidih selama 15-30 menit hingga air berubah warna dan sari-sarinya keluar.

    Konsentrasi dapat disesuaikan dengan kebutuhan, namun penting untuk tidak membuatnya terlalu pekat, terutama untuk penggunaan internal. Air rebusan ini dapat digunakan untuk bilasan topikal atau diminum dalam dosis yang sangat terkontrol dan terbatas.

  • Pengolahan Menjadi Bubuk

    Manjakani kering juga dapat digiling menjadi bubuk halus. Bubuk ini lebih mudah disimpan dan diukur dosisnya. Sebelum digiling, manjakani sebaiknya dipanggang sebentar dengan api kecil untuk menghilangkan kelembaban sisa dan sterilisasi awal.

    Bubuk manjakani dapat dicampur dengan air untuk membuat pasta untuk aplikasi topikal, atau dikemas dalam kapsul untuk konsumsi oral jika direkomendasikan oleh profesional kesehatan dan dalam dosis yang sangat rendah.

  • Dosis yang Tepat dan Konsultasi Medis

    Tidak ada dosis standar yang direkomendasikan secara universal untuk manjakani karena kurangnya uji klinis pada manusia. Oleh karena itu, sangat penting untuk memulai dengan dosis yang sangat rendah dan memantau respons tubuh.

    Sebelum menggunakan manjakani, terutama untuk kondisi medis tertentu atau jika sedang mengonsumsi obat lain, konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter atau ahli herbal yang berkualifikasi.

    Profesional kesehatan dapat memberikan panduan yang aman dan tepat berdasarkan kondisi individu.

  • Hindari Penggunaan Berlebihan atau Jangka Panjang

    Penggunaan manjakani secara berlebihan, terutama untuk aplikasi internal atau vaginal, dapat menimbulkan efek samping seperti kekeringan, iritasi, atau gangguan keseimbangan flora normal.

    Penggunaan jangka panjang juga belum diteliti secara ekstensif dan potensi efek kumulatifnya tidak diketahui. Disarankan untuk menggunakan manjakani dalam periode waktu yang singkat dan dengan jeda yang cukup, serta selalu memperhatikan reaksi tubuh.

  • Perhatikan Kontraindikasi

    Manjakani umumnya tidak direkomendasikan untuk wanita hamil atau menyusui karena kurangnya data keamanan yang memadai. Individu dengan kondisi medis tertentu, seperti masalah hati atau ginjal, atau mereka yang mengonsumsi obat-obatan tertentu, juga harus berhati-hati.

    Kandungan tanin yang tinggi dapat berinteraksi dengan penyerapan nutrisi atau obat-obatan lain. Selalu informasikan riwayat kesehatan lengkap kepada profesional medis sebelum penggunaan.

Penelitian ilmiah mengenai manjakani, atau Quercus infectoria, telah dilakukan menggunakan berbagai desain studi, meskipun sebagian besar masih berada pada tahap praklinis (in vitro dan in vivo pada hewan).

Misalnya, sebuah studi yang diterbitkan dalam BMC Complementary and Alternative Medicine pada tahun 2013 oleh M.S. Khan et al.

menyelidiki efek anti-inflamasi dan analgesik ekstrak manjakani pada tikus, menunjukkan penurunan signifikan pada edema kaki dan respons nyeri.

Metode yang digunakan melibatkan induksi peradangan dengan karagenan dan pengujian respons nyeri menggunakan metode pelat panas dan asam asetat.

Dalam konteks aktivitas antimikroba, penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Applied Pharmaceutical Science pada tahun 2012 oleh S. F. Al-Rehaily et al. mengevaluasi efek antibakteri ekstrak metanol manjakani terhadap berbagai isolat klinis bakteri patogen.

Studi ini menggunakan metode difusi cakram dan dilusi kaldu untuk menentukan zona inhibisi dan konsentrasi hambat minimum (MIC), menunjukkan efektivitas terhadap bakteri gram-positif dan gram-negatif.

Desain studi ini sangat umum dalam skrining aktivitas antimikroba senyawa alami.

Meskipun banyak studi menunjukkan potensi positif, ada juga pandangan yang berlawanan atau setidaknya menyerukan kehati-hatian.

Beberapa kritikus menyoroti bahwa sebagian besar penelitian dilakukan in vitro atau pada model hewan, yang tidak selalu dapat diekstrapolasi langsung ke manusia.

Misalnya, potensi efek samping pada mukosa vagina, seperti kekeringan berlebihan atau gangguan keseimbangan pH, sering diabaikan dalam studi laboratorium yang terfokus pada efek antimikroba atau astringen.

Basis dari pandangan yang berlawanan ini adalah kurangnya uji klinis terkontrol pada manusia yang dapat membuktikan keamanan dan efikasi jangka panjang.

Selain itu, variasi dalam metode ekstraksi dan formulasi juga menjadi perhatian. Sebuah tinjauan oleh T. D. Ningsih dan I. I.

Dewi dalam Jurnal Farmasi Indonesia pada tahun 2018 menunjukkan bahwa konsentrasi senyawa aktif dalam ekstrak manjakani dapat sangat bervariasi tergantung pada pelarut yang digunakan, suhu ekstraksi, dan bagian tanaman yang diolah.

Perbedaan ini dapat menyebabkan hasil yang tidak konsisten dan menyulitkan standardisasi dosis. Pandangan ini menekankan perlunya penelitian lebih lanjut yang berfokus pada standardisasi proses pengolahan untuk menghasilkan produk manjakani yang konsisten dan aman.

Rekomendasi

Berdasarkan analisis manfaat dan pertimbangan ilmiah, beberapa rekomendasi dapat dirumuskan. Pertama, penggunaan manjakani sebaiknya didasarkan pada informasi yang akurat dan terverifikasi, bukan hanya klaim tradisional tanpa bukti.

Kedua, untuk tujuan internal atau pengobatan kondisi medis, konsultasi dengan profesional kesehatan yang memiliki pemahaman tentang herbal dan farmakologi sangat dianjurkan. Ini penting untuk menghindari interaksi obat, dosis yang tidak tepat, dan potensi efek samping.

Selanjutnya, jika manjakani akan digunakan secara topikal, disarankan untuk melakukan uji patch pada area kecil kulit terlebih dahulu untuk memastikan tidak ada reaksi alergi atau iritasi.

Pengguna harus selalu memilih produk manjakani dari sumber yang terpercaya dan memiliki standar kualitas yang jelas untuk menghindari kontaminasi.

Penting juga untuk memahami bahwa manjakani bukan pengganti untuk pengobatan medis konvensional, terutama untuk kondisi serius, melainkan dapat berfungsi sebagai terapi komplementer jika di bawah pengawasan medis.

Penelitian lebih lanjut sangat dibutuhkan, khususnya uji klinis terkontrol pada manusia, untuk memvalidasi klaim manfaat manjakani secara ilmiah dan menentukan dosis yang aman serta efektif untuk berbagai kondisi.

Standardisasi metode pengolahan dan formulasi produk manjakani juga merupakan langkah krusial untuk memastikan konsistensi dan keamanan. Dengan demikian, potensi terapeutik manjakani dapat dimaksimalkan dengan risiko minimal bagi pengguna.

Buah manjakani (puru Quercus infectoria) telah lama dihargai dalam pengobatan tradisional karena khasiat astringen, antimikroba, anti-inflamasi, dan antioksidannya.

Kandungan tanin yang tinggi menjadi kunci dari sebagian besar manfaat ini, yang mendukung penggunaannya dalam penyembuhan luka, kesehatan vagina, pengelolaan diare, dan bahkan potensi antikanker awal.

Namun, penting untuk dicatat bahwa sebagian besar bukti ilmiah masih bersifat praklinis, memerlukan validasi lebih lanjut melalui uji klinis terkontrol pada manusia.

Pengolahan manjakani yang tepat, baik melalui perebusan maupun penggilingan menjadi bubuk, sangat memengaruhi keamanan dan efektivitasnya.

Dosis yang akurat, pemilihan bahan baku berkualitas, dan pemahaman tentang kontraindikasi adalah krusial untuk menghindari efek samping seperti iritasi atau gangguan keseimbangan flora tubuh.

Penggunaan manjakani harus selalu dilakukan dengan hati-hati dan, idealnya, di bawah bimbingan profesional kesehatan untuk memastikan manfaat optimal dengan risiko minimal.

Masa depan penelitian manjakani harus berfokus pada standardisasi ekstrak, identifikasi senyawa bioaktif spesifik yang bertanggung jawab atas setiap efek, dan pelaksanaan uji klinis yang ketat pada populasi manusia.

Studi toksisitas jangka panjang juga diperlukan untuk memahami potensi efek kumulatif. Dengan demikian, manjakani dapat diintegrasikan ke dalam praktik kesehatan modern secara lebih aman dan efektif, menjembatani kesenjangan antara kearifan tradisional dan bukti ilmiah.