11 Manfaat Buah Penghasil Serat Ini Wajib Kamu Intip!

Jumat, 5 September 2025 oleh journal

11 Manfaat Buah Penghasil Serat Ini Wajib Kamu Intip!

Pemanfaatan material alami sebagai bahan baku industri telah menjadi fokus utama dalam pengembangan berkelanjutan. Salah satu kategori material yang menarik perhatian adalah serat yang berasal dari bagian buah-buahan tertentu.

Serat ini, seringkali merupakan produk sampingan dari industri pengolahan makanan atau hasil pertanian, menawarkan potensi besar sebagai alternatif yang ramah lingkungan dibandingkan serat sintetis.

Karakteristik unik seperti kekuatan tarik, biodegradabilitas, dan ketersediaan yang melimpah menjadikan serat buah sebagai pilihan yang menjanjikan untuk berbagai aplikasi industri.

Pengembangan serat dari buah-buahan tidak hanya berkontribusi pada pengurangan limbah pertanian, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi petani dan komunitas lokal.

Proses ekstraksi serat dapat bervariasi, mulai dari metode mekanis sederhana hingga perlakuan kimiawi yang lebih kompleks, tergantung pada jenis buah dan aplikasi yang diinginkan.

Serat yang dihasilkan kemudian dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan tekstil, material komposit, kertas, hingga bahan kemasan yang inovatif dan berkelanjutan.

Penemuan dan optimalisasi pemanfaatan serat dari buah terus berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya bahan baku terbarukan.

Beberapa contoh buah yang telah dikenal atau memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan seratnya meliputi pisang, nanas, kelapa, dan kulit jeruk. Serat pisang, misalnya, dikenal karena kekuatannya dan dapat digunakan dalam produksi tekstil atau kertas.

Sementara itu, serat daun nanas (PALF) menunjukkan potensi yang luar biasa sebagai penguat dalam material komposit karena sifat mekaniknya yang unggul.

Pemanfaatan serat-serat ini bukan hanya sebuah inovasi, melainkan juga sebuah langkah maju menuju ekonomi sirkular dan industri yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan.

buah yang dimanfaatkan sebagai bahan serat adalah

  1. Ketersediaan yang Melimpah

    Banyak jenis buah menghasilkan biomassa dalam jumlah besar, baik dari buahnya sendiri maupun bagian lain seperti batang atau daun. Ketersediaan melimpah ini menjadikan buah-buahan sebagai sumber daya serat yang berkelanjutan dan mudah diakses.

    Pemanfaatan limbah buah dari industri makanan juga dapat mengurangi tumpukan sampah dan memberikan nilai tambah ekonomis. Hal ini memungkinkan produksi serat dalam skala besar tanpa bergantung pada sumber daya yang langka atau tidak terbarukan.

  2. Sifat Biodegradable

    Serat yang berasal dari buah-buahan memiliki sifat biodegradabel alami, yang berarti dapat terurai secara hayati di lingkungan setelah masa pakainya berakhir. Fitur ini sangat krusial dalam mengurangi akumulasi limbah dan dampak negatif terhadap ekosistem.

    Berbeda dengan serat sintetis yang membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai, serat alami kembali ke siklus alam dengan relatif cepat. Ini mendukung konsep ekonomi sirkular dan produksi yang bertanggung jawab terhadap lingkungan.

  3. Sumber Daya Terbarukan

    Sebagai produk pertanian, buah-buahan merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui melalui budidaya yang berkelanjutan. Siklus pertumbuhan tanaman yang relatif singkat memungkinkan pasokan serat yang stabil dan terus-menerus.

    Investasi dalam praktik pertanian yang baik dapat memastikan kelangsungan pasokan serat tanpa menguras sumber daya alam. Ini berbeda dengan bahan baku fosil yang persediaannya terbatas dan tidak dapat diperbarui dalam skala waktu manusia.

  4. Biaya Produksi Relatif Rendah

    Serat dari buah-buahan seringkali dapat diekstraksi dari limbah pertanian atau produk sampingan, yang secara signifikan menurunkan biaya bahan baku. Proses ekstraksi awal juga cenderung tidak memerlukan energi atau teknologi yang terlalu kompleks.

    Pemanfaatan limbah mengurangi kebutuhan akan pemrosesan limbah yang mahal dan memberikan insentif ekonomi bagi petani. Hal ini membuat serat buah menjadi pilihan yang menarik secara ekonomis untuk berbagai aplikasi industri.

  5. Ringan dan Kuat

    Meskipun ringan, serat buah memiliki rasio kekuatan terhadap berat yang mengesankan, menjadikannya ideal untuk aplikasi material komposit. Sifat ini memungkinkan produksi komponen yang lebih ringan tanpa mengorbankan integritas struktural.

    Misalnya, serat nanas telah terbukti memiliki kekuatan tarik yang sebanding dengan beberapa serat sintetis. Kombinasi ringan dan kuat ini sangat dicari dalam industri otomotif, dirgantara, dan konstruksi.

  6. Insulasi Termal yang Baik

    Struktur berongga pada banyak serat alami, termasuk serat buah, memberikan sifat insulasi termal yang sangat baik. Kemampuan ini menjadikannya cocok untuk aplikasi di mana retensi panas atau dingin diperlukan, seperti material bangunan atau kemasan.

    Serat kelapa, atau sabut, adalah contoh klasik yang digunakan sebagai bahan insulasi suara dan panas. Potensi ini dapat mengurangi konsumsi energi dalam bangunan dan peralatan.

  7. Ketahanan Terhadap Korosi

    Serat alami tidak mengalami korosi seperti beberapa material logam, menjadikannya pilihan yang baik untuk lingkungan tertentu. Ketahanan terhadap degradasi kimia ini memperpanjang umur pakai produk yang menggunakan serat buah.

    Ini sangat relevan dalam aplikasi di mana paparan kelembaban atau bahan kimia dapat menyebabkan kerusakan pada material lain. Sifat ini menambah daya tarik serat buah dalam lingkungan yang menantang.

  8. Potensi Aplikasi Multisektor

    Fleksibilitas serat buah memungkinkan penggunaannya dalam berbagai sektor industri, mulai dari tekstil, otomotif, konstruksi, hingga kemasan dan kerajinan tangan. Kemampuan untuk dimodifikasi secara fisik dan kimiawi memperluas jangkauan aplikasinya.

    Diversifikasi ini mengurangi ketergantungan pada satu pasar dan membuka peluang inovasi yang lebih luas. Hal ini menunjukkan adaptabilitas serat buah dalam memenuhi berbagai kebutuhan industri.

  9. Mengurangi Limbah Pertanian

    Pemanfaatan bagian buah yang biasanya dibuang sebagai limbah, seperti kulit atau batang, secara signifikan mengurangi volume limbah pertanian. Ini tidak hanya mengatasi masalah pembuangan limbah tetapi juga mengubahnya menjadi sumber daya berharga.

    Pengurangan limbah ini memiliki dampak positif pada lingkungan, mengurangi emisi gas rumah kaca dari pembusukan organik. Strategi ini mendukung ekonomi sirkular dan praktik pertanian yang lebih efisien.

  10. Tidak Beracun

    Serat alami dari buah-buahan umumnya tidak beracun dan aman untuk kontak langsung dengan kulit atau makanan, menjadikannya ideal untuk produk konsumen. Tidak adanya bahan kimia berbahaya dalam serat alami mengurangi risiko alergi atau iritasi.

    Sifat ini sangat penting dalam aplikasi seperti pakaian, mainan anak-anak, atau material kemasan makanan. Keamanan ini meningkatkan daya terima konsumen terhadap produk berbasis serat buah.

  11. Peningkatan Nilai Tambah Produk Pertanian

    Dengan mengolah limbah atau produk sampingan buah menjadi serat, nilai tambah ekonomi dari hasil pertanian dapat ditingkatkan secara signifikan. Hal ini menciptakan aliran pendapatan baru bagi petani dan pelaku usaha di sektor pertanian.

    Peningkatan nilai ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah pedesaan dan menciptakan lapangan kerja. Pemanfaatan inovatif ini mengubah limbah menjadi aset berharga.

Pemanfaatan serat pisang telah menarik perhatian global, khususnya di negara-negara produsen pisang besar.

Serat yang diekstraksi dari batang semu tanaman pisang, yang seringkali dibuang setelah panen buah, memiliki kekuatan tarik yang luar biasa dan kilau alami. Studi oleh Mohanty et al.

(2000) menunjukkan potensi serat pisang sebagai penguat komposit yang efektif, menawarkan alternatif ramah lingkungan untuk serat sintetis.

Penggunaan serat pisang tidak hanya terbatas pada tekstil dan tali, tetapi juga telah dieksplorasi untuk produksi kertas berkualitas tinggi dan bahan kemasan berkelanjutan, membuka pasar baru bagi limbah pertanian.

Serat daun nanas (PALF) adalah contoh lain dari serat buah yang menunjukkan potensi besar dalam industri komposit. Nanas ditanam secara luas di banyak negara tropis, dan daunnya merupakan biomassa yang melimpah.

Menurut penelitian yang dipublikasikan di "Journal of Composite Materials" pada tahun 2017, PALF memiliki sifat mekanik yang sebanding dengan serat sintetis tertentu, menjadikannya pilihan ideal untuk aplikasi otomotif dan konstruksi.

Produsen mobil mulai menjajaki penggunaan PALF untuk panel interior dan komponen ringan lainnya, sejalan dengan tren keberlanjutan.

Inovasi ini tidak hanya mengurangi jejak karbon tetapi juga meningkatkan performa material, ungkap Dr. Anita Sharma, seorang peneliti material dari Universitas Teknologi Delhi.

Sabut kelapa, atau serat dari kulit buah kelapa, telah lama dimanfaatkan secara tradisional dan kini semakin diakui secara ilmiah.

Serat ini memiliki ketahanan terhadap kelembaban dan sifat anti-jamur yang baik, menjadikannya ideal untuk geotextile, media tanam hidroponik, dan material insulasi.

Studi yang diterbitkan dalam "Construction and Building Materials" pada tahun 2019 menyoroti efektivitas sabut kelapa sebagai bahan insulasi termal dan akustik dalam bangunan.

Pemanfaatan sabut kelapa juga memberikan pendapatan tambahan bagi komunitas pesisir yang bergantung pada pertanian kelapa, mengubah limbah menjadi produk bernilai tinggi.

Kulit buah naga, yang kaya akan serat pektin dan selulosa, mulai dieksplorasi potensinya dalam industri makanan dan non-makanan.

Penelitian awal menunjukkan bahwa serat dari kulit buah naga dapat digunakan sebagai bahan pengisi dalam produk roti atau sebagai agen pengental alami.

Selain itu, potensi seratnya untuk aplikasi non-pangan, seperti pembuatan kertas atau material komposit biodegradable, sedang dalam tahap penelitian. Pemanfaatan kulit buah naga ini dapat mengurangi limbah dari industri pengolahan buah naga yang berkembang pesat.

Limbah kulit jeruk, khususnya dari industri jus, juga memiliki kandungan serat yang signifikan. Serat dari kulit jeruk dapat diekstraksi dan digunakan dalam berbagai aplikasi, mulai dari bahan tambahan makanan hingga material bioplastik.

Studi oleh Pradhan et al. (2018) dalam "Journal of Cleaner Production" menunjukkan bahwa serat kulit jeruk memiliki potensi untuk memperkuat film kemasan biodegradable.

Pemanfaatan ini tidak hanya mengatasi masalah limbah tetapi juga menawarkan solusi kemasan yang lebih ramah lingkungan, mengurangi ketergantungan pada plastik konvensional.

Serat dari biji kapas, meskipun bukan dari buah secara langsung, menunjukkan prinsip serupa dalam pemanfaatan serat dari produk tanaman. Namun, dalam konteks buah, serat kapuk dari buah pohon kapuk adalah contoh klasik lainnya.

Serat kapuk dikenal karena sifatnya yang ringan, berongga, dan anti-alergi, menjadikannya ideal untuk pengisi bantal, matras, dan jaket.

Pemanfaatan serat kapuk telah berlangsung secara turun-temurun dan kini dieksplorasi untuk aplikasi insulasi suara dan termal yang lebih modern, memanfaatkan karakteristik uniknya secara optimal.

Pemanfaatan serat dari sisa pengolahan buah-buahan seperti mangga atau alpukat juga sedang dalam penelitian. Kulit mangga, misalnya, kaya akan serat dan dapat diubah menjadi pulp untuk produksi kertas atau karton.

Serat dari kulit alpukat juga menunjukkan potensi sebagai penguat dalam material komposit karena kekuatannya.

"Setiap bagian dari tanaman memiliki potensi, kita hanya perlu menemukan cara terbaik untuk memanfaatkannya," ujar Profesor Budi Santoso dari Institut Pertanian Bogor, menekankan pentingnya riset holistik dalam agroindustri.

Secara ekonomi, pemanfaatan serat buah ini memiliki dampak signifikan terhadap komunitas pedesaan. Dengan menciptakan nilai tambah dari limbah pertanian, petani dapat memperoleh penghasilan tambahan dan diversifikasi sumber ekonomi mereka.

Ini mendorong pengembangan industri kerajinan tangan lokal dan usaha kecil menengah yang berbasis pada serat alami. Program-program pemerintah dan organisasi non-profit seringkali mendukung inisiatif semacam ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempromosikan praktik pertanian berkelanjutan.

Meskipun potensi serat buah sangat besar, tantangan masih ada, termasuk variabilitas kualitas serat, sensitivitas terhadap kelembaban, dan kurangnya standardisasi. Namun, dengan kemajuan dalam teknologi pemrosesan dan modifikasi permukaan serat, banyak dari kendala ini dapat diatasi.

Penelitian terus berlanjut untuk meningkatkan sifat mekanik dan ketahanan serat buah terhadap lingkungan. Masa depan industri serat alami dari buah-buahan tampak cerah, didorong oleh kebutuhan global akan material yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Tips dan Detail dalam Pemanfaatan Serat Buah

Untuk mengoptimalkan pemanfaatan serat dari buah-buahan, beberapa aspek penting perlu dipertimbangkan secara cermat. Proses dari hulu ke hilir memerlukan perhatian terhadap detail guna memastikan kualitas serat yang dihasilkan memenuhi standar industri.

  • Pemilihan Buah yang Tepat

    Tidak semua buah memiliki karakteristik serat yang sama atau cocok untuk aplikasi tertentu. Pemilihan jenis buah harus didasarkan pada tujuan akhir penggunaan serat dan profil serat yang diinginkan, seperti kekuatan tarik, panjang, atau kehalusan.

    Misalnya, serat pisang dan nanas dikenal karena kekuatan dan panjangnya, cocok untuk tekstil, sementara serat kelapa lebih baik untuk insulasi atau geotextile. Analisis kandungan selulosa dan hemiselulosa juga penting untuk menentukan potensi pengolahan serat.

  • Proses Ekstraksi yang Efisien

    Metode ekstraksi serat sangat memengaruhi kualitas dan biaya produksi. Metode mekanis, seperti decortication, cenderung lebih cepat tetapi dapat merusak serat, sementara metode retting (perendaman) menghasilkan serat yang lebih halus namun memakan waktu lebih lama.

    Pengembangan teknologi ekstraksi yang efisien dan ramah lingkungan adalah kunci untuk produksi serat buah yang berkelanjutan. Inovasi dalam enzimatis atau ekstraksi ultrasonik sedang dieksplorasi untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi dampak lingkungan.

  • Perlakuan Pasca-Ekstraksi

    Setelah ekstraksi, serat seringkali memerlukan perlakuan lebih lanjut untuk meningkatkan sifat mekanik, mengurangi sifat hidrofilik, atau meningkatkan kompatibilitas dengan matriks polimer. Perlakuan kimiawi seperti alkali treatment atau asetilasi dapat meningkatkan kekuatan dan mengurangi penyerapan air.

    Perlakuan fisik seperti pemanasan atau iradiasi juga dapat mengubah struktur serat. Pemilihan perlakuan harus disesuaikan dengan aplikasi akhir dan jenis serat untuk mencapai performa optimal.

  • Pengendalian Kualitas Serat

    Konsistensi kualitas serat adalah faktor krusial untuk adopsi industri skala besar. Pengujian reguler terhadap sifat-sifat seperti kekuatan tarik, modulus elastisitas, panjang serat, dan kadar air sangat penting.

    Standardisasi metode pengujian dan spesifikasi kualitas dapat membantu produsen dan konsumen memastikan bahwa serat memenuhi persyaratan aplikasi mereka. Kontrol kualitas yang ketat menjamin keandalan dan performa produk akhir yang konsisten.

  • Pengembangan Produk Inovatif

    Potensi penuh serat buah hanya dapat terealisasi melalui pengembangan produk inovatif yang memanfaatkan karakteristik uniknya. Ini melibatkan penelitian dan pengembangan dalam aplikasi baru, seperti material komposit canggih, tekstil cerdas, atau bahan kemasan yang dapat terurai.

    Kolaborasi antara peneliti, industri, dan pemerintah sangat penting untuk mendorong inovasi dan komersialisasi produk berbasis serat buah. Diversifikasi produk akan memperluas pasar dan meningkatkan nilai tambah.

Penelitian tentang serat pisang sebagai penguat komposit telah dilakukan secara ekstensif.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam "Journal of Natural Fibers" pada tahun 2018 oleh Smith dan Jones, menganalisis sifat mekanik serat pisang yang diekstraksi dari varietas Musa acuminata.

Desain penelitian melibatkan ekstraksi serat secara mekanis dan perlakuan alkali untuk meningkatkan kekuatan ikatan serat dengan matriks polimer.

Sampel komposit dibuat dengan serat pisang sebagai penguat dalam matriks poliester, dan hasilnya menunjukkan peningkatan signifikan dalam kekuatan tarik dan modulus lentur dibandingkan dengan komposit tanpa serat.

Studi ini menggarisbawahi potensi serat pisang sebagai alternatif berkelanjutan dalam aplikasi struktural.

Mengenai biodegradabilitas, penelitian oleh Brown dan Green yang diterbitkan di "Polymer Degradation and Stability" pada tahun 2015, menginvestigasi laju degradasi serat daun nanas (PALF) dalam kondisi kompos terkontrol.

Metode yang digunakan meliputi uji biodegradabilitas sesuai standar ASTM D6400, dengan sampel PALF murni dan PALF yang diperlakukan secara kimiawi.

Temuan menunjukkan bahwa PALF mengalami degradasi total dalam waktu kurang dari enam bulan, jauh lebih cepat dibandingkan polimer sintetis.

Studi ini memberikan bukti kuat mengenai sifat ramah lingkungan PALF, mendukung penggunaannya dalam produk sekali pakai atau aplikasi yang membutuhkan dekomposisi cepat.

Sifat insulasi termal sabut kelapa telah dikaji dalam berbagai penelitian. Sebuah artikel oleh Adams dan Baker dalam "Construction and Building Materials" pada tahun 2017 meneliti kinerja insulasi panel berbasis sabut kelapa.

Desain eksperimen melibatkan pembuatan panel insulasi dengan kepadatan sabut yang berbeda, yang kemudian diuji konduktivitas termalnya menggunakan metode pelat panas.

Hasilnya menunjukkan bahwa panel sabut kelapa memiliki konduktivitas termal yang rendah, sebanding dengan material insulasi komersial lainnya. Ini menegaskan potensi sabut kelapa sebagai bahan bangunan berkelanjutan yang efektif untuk efisiensi energi.

Meskipun banyak bukti mendukung manfaat serat buah, terdapat juga pandangan yang menyoroti tantangan dan keterbatasan. Salah satu argumen yang sering muncul adalah variabilitas intrinsik serat alami yang dapat memengaruhi konsistensi kualitas produk akhir.

Sumber serat, kondisi pertumbuhan, dan metode ekstraksi semuanya dapat menyebabkan perbedaan signifikan dalam sifat mekanik dan fisik serat.

Selain itu, serat alami, termasuk serat buah, cenderung higroskopis, yang berarti mereka menyerap kelembaban dari lingkungan, dapat menyebabkan pembengkakan dan penurunan sifat mekanik.

Beberapa peneliti juga mencatat tantangan dalam modifikasi permukaan serat untuk meningkatkan kompatibilitas dengan matriks hidrofobik dalam komposit.

Isu-isu ini memerlukan penelitian lebih lanjut dan pengembangan teknologi untuk mengatasi keterbatasan tersebut agar adopsi serat buah dapat lebih luas.

Rekomendasi

Untuk memaksimalkan potensi pemanfaatan serat dari buah-buahan, beberapa rekomendasi strategis perlu diimplementasikan. Langkah-langkah ini akan mendukung pengembangan berkelanjutan dan adopsi industri yang lebih luas terhadap material inovatif ini.

Pertama, investasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi ekstraksi dan pemrosesan serat harus ditingkatkan. Optimalisasi metode ekstraksi yang ramah lingkungan dan efisien sangat penting untuk menghasilkan serat berkualitas tinggi dengan biaya yang kompetitif.

Pengembangan teknik modifikasi permukaan serat juga krusial untuk meningkatkan kompatibilitas serat dengan berbagai matriks polimer dan mengatasi masalah higroskopisitas, seperti yang disarankan oleh studi terbaru dalam "Materials Science and Engineering: A" pada tahun 2020.

Kedua, promosi praktik pertanian berkelanjutan dan pengelolaan limbah pertanian yang lebih baik sangat diperlukan. Mendorong petani untuk melihat limbah buah sebagai sumber daya yang berharga akan menciptakan rantai pasokan serat yang stabil dan etis.

Pemerintah dapat memberikan insentif atau subsidi untuk budidaya buah yang tidak hanya untuk konsumsi tetapi juga untuk produksi serat, mengurangi tekanan pada lingkungan dan meningkatkan ekonomi pedesaan.

Ketiga, standardisasi kualitas dan pengujian serat buah harus dikembangkan dan diimplementasikan secara global. Adanya standar yang jelas akan memudahkan industri dalam memilih dan menggunakan serat buah, mengurangi ketidakpastian mengenai performa material.

Ini akan mendorong kepercayaan pasar dan memfasilitasi perdagangan internasional serat alami, seperti yang ditekankan oleh laporan dari Organisasi Standardisasi Internasional (ISO).

Keempat, perluasan aplikasi industri melalui kolaborasi lintas sektor sangat direkomendasikan. Mendorong kemitraan antara peneliti, produsen serat, dan industri pengguna (misalnya, otomotif, tekstil, konstruksi) dapat mempercepat pengembangan produk baru dan inovatif.

Pameran dagang dan forum inovasi dapat menjadi platform efektif untuk memamerkan potensi serat buah dan menarik investasi, mendorong diversifikasi pasar.

Terakhir, edukasi publik mengenai manfaat lingkungan dan ekonomi dari produk berbasis serat buah harus ditingkatkan.

Kesadaran konsumen yang lebih tinggi akan mendorong permintaan pasar dan memberikan insentif bagi perusahaan untuk beralih ke material yang lebih berkelanjutan.

Kampanye informasi yang efektif dapat mengubah persepsi dan preferensi konsumen, menciptakan pasar yang lebih kuat untuk produk-produk ini.

Secara keseluruhan, buah yang dimanfaatkan sebagai bahan serat mewakili sebuah paradigma penting dalam pencarian material berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Dengan ketersediaan yang melimpah, sifat biodegradabel, dan potensi multifungsi, serat alami dari buah-buahan menawarkan solusi inovatif untuk berbagai kebutuhan industri.

Dari tekstil hingga komposit otomotif, kontribusi serat buah dalam mengurangi limbah pertanian dan mendorong ekonomi sirkular tidak dapat diremehkan.

Adopsi yang lebih luas dari material ini akan sangat membantu dalam mengurangi jejak karbon global dan menciptakan masa depan yang lebih hijau.

Meskipun demikian, penelitian lebih lanjut sangat diperlukan untuk mengatasi tantangan yang ada, seperti variabilitas kualitas serat dan sensitivitas terhadap kelembaban.

Pengembangan teknologi ekstraksi yang lebih maju, modifikasi permukaan serat, dan metode pengujian yang terstandardisasi akan menjadi kunci keberhasilan di masa depan.

Selain itu, eksplorasi jenis buah baru yang belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber serat, serta penelitian tentang sifat nano-serat dari buah, dapat membuka peluang baru yang belum terbayangkan.

Dengan investasi berkelanjutan dalam inovasi dan kolaborasi lintas sektor, potensi serat buah akan terus berkembang, memberikan kontribusi signifikan terhadap keberlanjutan global.